Translate

Friday 28 May 2010

MIMPI

Bagi sebagian orang mimpi mungkin hanyalah bunga tidur yang tidak ada artinya sama sekali, karena memang mimpi itu sering kali tidak karuan, dan ceritranya aneh-aneh, tidak masuk akal, kadang lucu kayak film kartun, dan lain-lain.
Walaupun begitu ada sebagian orang yang sering mencari-cari arti dari mimpi-mimpi tersebut, sehingga tidak heran jika orang-orang  sampai membuat tafsir mimpi, bahkan sampai ada terbit buku 1001 tafsir mimpi.
Dugaan saya tentang 1001 tafsir mimpi, yang keliru atau meleset  tentu banyak, tapi yang benar kayaknya jarang ya, kecuali mimpi pipis.
Yang menarik dari mimpi bagi saya bukan tentang arti-arti dari mimpi, mimpi ikan akan dapat rizki, mimpi dapat uang bakal korengan, mimpi berenang bakal kesusahan, dll, bukan itu, yang demikian baiknya jangan dipercaya, kecuali mimpi pipis bakal ngompol, baru itu layak dipercaya. Yang membuat saya penasaran dari mimpi adalah apakah mimpi itu, bagaimana manusia bisa mimpi.
Saya penasaran dengan mimpi karena saya sering dibuat aneh dengan mimpi-mimpi saya sendiri, misalnya begini :
           Suatu malam saya mimpi mengambil dan menggenggam telur ayam, kemudian besoknya sore-sore    saya luntang-lantung ke tanah kosong samping rumah, eh nemu telur ayam persis seperti  dalam mimpi itu.
            Kemudian suatu malam saya mimpi anak saya bersimbah darah di perutnya, kemudian besoknya saya iseng-iseng telpon istri ( di kota lain ) menanyakan kabar anak, eh ternyata anak saya lagi panas. Dan mimpi-mimpi lain yang sepertinya ada hubungan misterius, tapi tidak tafsir menafsir sebagaimana kamus 1001 tafsir mimpi itu.
Karena keanehan itu saya coba-coba mencari jawabannya, apa mimpi itu, bagaimana orang bisa mimpi, bagai mana mimpi bisa menginformasikan hal yang akan terjadi.
Hingga kini yang saya dapatkan dari buku-buku yang informasinya katanya hasil penelitian canggih menerangkan bahwa ada dua macam mimpi utama yaitu REM ( Rapid Eye Movement ) atau disebut kilatan mata, dan mimpi non REM, dimana saat mimpi REM, daya imajeri menjadi tak terkendali karena adanya perubahan kimiawi otak saat tidur dan karena manajer otak ( cuping frontal ) di non aktifkan, mata bergerak-gerak sedangkan tubuh tetap tenang. Mimpi REM juga tampak sangat jelas, berbentuk gambar atau lukisan dan melibatkan berbagai penginderaan.Bahkan melibatkan sensasi gerak yang penuh dengan emosi.Mengapa kita sangat terlena mengalami mimpi REM? Salah satu alasannya adalah adanya perubahan-perubahan kimiawi otak disaat tidur REM, kurir-kurir kimiawi otak acetylcholine membludak
melebihi kapasitas normal, sedangkan kimiawi nonadrenalin dan serotonin menutup kran-kran mereka. Perubahan-perubahan dalam otak ini mematikan bagian penting otak, cuping frontal, juga bagian-bagian lain di cuping parietal.
Bagian-bagian otak itu merupakan tempat kesadaran diri, sehingga benarlah pendapat yang menyataka bahwa meningkatnya emosi disebabkan oleh naiknya aktivitas sistem emosi otak di amygdale dan daerah limbik. Yang lebih menarik lagi, di bagian tengah cuping frontal yang "menyala" saat berada dibawah pengaruh hipnotis, yaitu daerah anterior cingulate juga memiliki peningkatan aktivitas saat mimpi REM. Jadi, tidak aneh apabila area otak yang sama akan aktif saat mengalami mimpi tidur REM dan saat berimajinasi di waktu terjaga. Di saat anda bermimpi seekor luwak hampir memakan teman anda, maka otak bagian belakang anda akan aktif sebagaimana saat anda melihat luwak sesungguhnya. 
Begitu juga saat anda merasakan jatuh, maupun berlari , sistem otak yang bertugas untuk keseimbangan gerak, seperti saat jatuh dan mengayun kaki, akan mencetuskan impuls-impuls syaraf sebagaimana saat anda betul-betul terlibat dalam aktivitas tersebut. Lebih dari itu, saat anda bermimpi berlari, misalnya dari mobil anda menuju pintu rumah, maka akan terdapat kesamaan antara jumlah waktu saat terjadi aktivitas impuls syaraf di bagian motor otak dengan durasi waktu dalam mimpi tersebut.
Sedangkan mimpi non REM adalah mimpi yang menyerupai fikiran normal, misalnya mimpi saat tidur siang, dll.
Inilah penjelasan yang saya kutip dari buku " Membuka Mata Pikiran & Imajinasi " karya Ian Robertson
Benar atau tidak penjelasan ini, sepertinya tidak menjawab misteri mimpi yang sering saya alami, dimana ketika malamnya saya mimpi melihat banyak ikan maka  sering kali  keesokan harinya ada yang mengeluh untuk kemudian pinjam uang.
Sebelum saya mendapatkan penjelasan lain, akhirnya saya ( dengan segala kebodohan dan ke sok tahuan nya ) saya mencoba ikut menganalisa penomena mimpi tersebut, dimana sementara ini saya berpendapat bahwa ada kekuatan atau kekuasaan pihak lain selain diri kita  sendiri yang mampu mempengaruhi otak kita pada saat otak kita  sedang beraktipitas maupun tidak sedang beraktipitas, sehingga kekuatan pihak lain tersebut bisa membuat mimpi yang bersifat informasi, apakah itu jin, malaikat, atau Tuhan. Jika tidak ada kemampuan lain , bagaimana  bisa saya memimpikan bahwa ibu saya yang berada di Tasikmalaya sedang ada masalah, padahal saya sedang berada di Bandung, walaupun mimpi saya tersebut tidak sama persis dengan yang dialami ibu saya tersebut. Juga, sebenarnya kekuatan siapa yang mampu mempengaruhi otak manusia yang kena hipnotis ?
Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar sebelum tidur kita diharuskan  berdo'a mohon perlindungan kepada Alloh atas jiwa dan raga  yang tidak berdaya ketika tidur, juga Alloh SWT memerintahkan dengan surat An- Naas & surat Al Falaq agar kita berlindung pada Nya dari bisikan syaitan yang terkutuk & dari mahluk lain yang dengki.





Thursday 13 May 2010

BID'AH


BATASAN BID"AH
Perbedaan paham yang sangat mencolok dan sangat prinsip diantara kelompok-kelompok Islam yang sering mengemuka di lingkungan kita adalah mengenai hal-hal bid’ah dan pemahamannya. Ada kelompok islam yang begitu hati-hatinya untuk menghindari perbuatan bid’ah, dan ada pula kelompok yang tidak begitu memperhatikanya, bahkan cenderung tidak mengenal kata bid’ah .
Perbuatan bid’ah memang harus dihindari sebab dari beberapa riwayat, Rosululloh Saw sangat tegas menyuruh kepada umat untuk tidak melakukan perbuatan bid’ah, kita lihat keterangan berikut:
Dari Jabir bin Abdillah , ia berkata:
“ Adalah Rosululloh Saw. manakala berpidato/ khutbah , merah kedua bola matanya, lantang suaranya-nampaknya marah – seolah-olah ia sedang menyiagakan pasukan tentara, beliau bersabda: “ Amma ba’du ( ingatlah ! ) sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Alloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek urusan adalah perbuatan bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat.” ( HR Muslim )
Dengan merujuk keterangan tersebut di atas, jelas sekali bahwa kita memang harus menghidarkan diri dari melakukan perbuatan bid’ah, karena jika melakukan perbuatan bid’ah maka berarti kita telah menempuh jalan yang sesat. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah perbuatan-perbuatan seperti apakah bid’ah itu ?. Pertanyaan ini patut dikemukakan mengingat karena terlalu berhati-hati menghindari dari melakukan perbuatan bid’ah (menurut paham salah satu kelompok Islam ) maka hal-hal yang bersifat do’a kepada Alloh pun jadi dilarang karena dikatagorikan sebagai perbuatan bid’ah, misalnya berkunut di shalat shubuh, shalat tarawih yang lebih banyak dari 11 rakaat, sebagian shalat sunnah ba’da atau qobla shalat wajib yang biasa dilakukan suatu kelompok tertentu, dll. dengan alasan tidak dicontohkan oleh Rosululloh Saw., bahkan beda bacaan shalat sedikitpun dikatakannya sebagai bid’ah. Apakah itu benar ?.
Adapun definisi atau pengertian bid’ah yang dipahami dan dijadikan pedoman oleh salah satu kelompok islam tersebut adalah sebagai berukut;
1. Menurut_Imam_Al-Syathibi: Bid’ah adalah gambaran satu perjalanan dalam agama yang diada-adakan, yang menyerupai syara, dimaksudkan dengan itu supaya bersungguh-sunguh berbakti kepada Alloh Swt.
2. Bid’ah adalah urusan yang diada-adakan dalam agama, baik berupa aqidah, ibadah, atau cara ibadah yang tidak terjadi di zaman Rosululloh Saw.
3. Bid’ah adalah hal-hal yang baru dalam agama setelah mana agama itu sempurna. Atau bid’ah itu, apa-apa yang diada-adakan setelah Rosul tiada, baik berupa aturan maupun perbuatan.
Dengan definisi-definisi tersebut di atas maka timbullah paham bahwa segala sesuatu praktek peribadatan yang tidak ditemukan haditsnya atau tidak pernah dilakukan Rosululloh maka itu adalah bid’ah.
Sebagai bahan perbandingan mari kita lihat riwayat-riwayat berikut.
Dari Rifa’ah bin Rafi, ia berkata, pada suatu hari kami shalat di belakang Rosululloh Saw, maka ketika ia ( Rosululloh Saw ) mengangkat kepalanya dari ruku’ ia mengucapkan sami’allohu liman hamidah maka seorang laki-laki di belakangnya mengucapkan “ Robbana lakal hamdu..... “ yang artinya “ya Tuhan kami bagimulah segala puji-pujian yang sebanyak-banyaknya, penuh berkah di dalamnya “. Maka ketika Rosululloh selesai ( shalatnya ) ia bertanya, “ siapa yang mengatakan bacaan tadi ?”. Maka seorang laki-laki tadi menjawab, “ saya wahai Rosululloh “ maka bersabda Rosululloh Saw. “ sungguh aku telah melihat lebih tiga puluh malaikat, mereka saling berebut siapa di antara mereka yang paling dahulu menuliskannya. ( HR Ahmad dan Bukhari )
Pada hadits di atas dikatakan bahwa ketika Rosululloh Saw. selesai ( shalatnya ) beliau bertanya, siapa yang yang mengatakan bacaan tadi. Ini menunjukkan bahwa apapun yang dilakukan oleh seorang laki-laki saat itu adalah hal asing bagi kabiasaan Rosululloh dan umatnya, akan tetapi Rosululloh tidak mengatakan bahwa hal demikian itu bid’ah.
Hadits lain: Dari Abi Sa’id Al Khudri, ia berkata, telah bepergian dua orang laki-laki, maka tiba waktu shalat sedangkan mereka tidak membawa air, mereka bertayamum dengan tanah yang baik kemudian keduanya shalat, lalu mereka mendapatkan air ( masih dalam waktu shalat ). Salah seorang di antara keduanya mengulangi shalat dan berwudlu ( lebih dahulu ), sedangkan yang seorang lagi tidak mengulangnya. Kemudian keduanya datang kepada Rosululloh Saw. seraya menceritakan hal tersebut kepadanya ( Rosul ). Rosul berkata kepada orang yang tidak mengulang ( shalat ) ” Kamu telah cocok dengan sunnah dan cukup bagimu shalatmu “, selanjutnya Rosul bersabda kepada yang lainnya. “ Bagimu ganjaran dua kali lipat “. ( HR Abu Daud )
Pada hadits tersebut dikatakan bahwa yang tidak mengulang shalat dengan berwudlu adalah sudah sesuai dengan sunnah dan cukup. Akan tetapi kepada yang mengulang shalat dengan berwudlu yang tidak sesuai dengan sunnah Rosululloh Saw.( berlebih ) beliau tidak mengatakan bahwa itu bid’ah malah sebaliknya beliau mengatakan bahwa pahalanya dua kali lipat. Karena bagaimanapun orang yang mengulang shalat tersebut memiliki semangat dan ketaatan yang lebih kepada Alloh Swt. dan telah berdo’a ( dengan shalatnya ) yang lebih pula dibandingkan yang tidak mengulang shalat tersebut.
Lihat juga hadits berikut:
Dan pernah seorang laki-laki dari kaum Anshar mengimami mereka di mesjid Quba’ setiap kali ia membuka suatu surat yang dibacanya ( setelah Al Fatihah ) maka ia membukanya dengan Qul Huwallohu Ahad hingga selesai, kemudian membaca surat lain bersamanya. Demikianlah ia melakukan hal itu dalam setiap rakaat. Kemudian para sahabatnya berkata kepadanya,” Sesungguhnya engkau membukanya dengan surat ini lalu engkau menganggap bahwa ia tidak mencukupimu sehingga engkau membaca surat lain, maka ( pilihlah ) apakah engkau membacanya ataukah engkau meninggalkannya dan membaca yang lain”. Laki-laki itu berkata,” Aku tidak akan meninggalkannya, jika kamu sekalian menyukai aku untuk mengimami kamu dengan itu maka aku lakukan, tapi jika kamu benci niscaya aku akan meninggalkan kamu”. Mereka telah menganggapnya sebagai orang yang paling utama di antara mereka dan mereka tidak menyukai apabila orang lain selain ia mengimami mereka. Kemudian tatkala Nabi Saw. datang kepada mereka, mereka mengabarkan kabar itu kepada beliau. Beliau bersabda,” Hai fulan, apa yang melarangmu untuk tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh sahabat-sahabatmu ? Dan apa yang membawamu untuk membiasakan membaca surat ini di dalam setiap rakaat ?. Laki-laki itu berkata,” Sesungguhnya aku menyukainya”. Beliau bersabda,” Kesukaanmu kepadanya akan memasukkan engkau ke dalam surga”. ( Al Bukhari secara mualaq dan Turmudzi secara maushil, dishahihkan oleh Turmudzi )
Pada hadits tersebut seorang imam itu nampak membuat kebiasaan sendiri yang seolah-olah merupakan suatu ketetapan, lalu kemudian para saha- batnya seolah-olah membid’ahkannya karena tidak sama dengan kebiasaan Rosululloh, akan tetapi ternyata Rosululloh Saw. sendiri tidak membid’ahkannya, bahkan sebaliknya beliau menjaminnya masuk surga. Seandainya imam tersebut mengikuti larangan sahabatnya dalam melakukan kebiasaannya itu maka peluang atau jaminan masuk surga menjadi berkurang. Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita ambil sebagai pelajaran agar tidak sembarangan menilai bid’ah do’a-do’a, atau shalat-shalat, atau perbuatan-perbuatan orang yang dianggap tidak ada contoh Rosululloh Saw.( sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab kumpulan hadits ), sebelum benar-benar meneliti masalahnya.
Sebagai bahan koreksi, selain sebagian riwayat-riwayat tersebut di atas, maka lihat pula sabda Rosululloh Saw. tentang bid’ah tersebut :
a. Dari Abu Bakar Shiddiq ra. Ia berkata:
Rosul bersabda bahwa iblis berkata,” Aku membinasakan manusia dengan dosa, mereka membinasakanku dengan istighfar. Ketika aku melihat hal itu, aku binasakan mereka dengan keinginan melakukan pekerjaan bid’ah, agar mereka mengira mereka mendapat petunjuk yang benar, maka akibatnya mereka tidak memohon ampunan kepada Alloh”. ( HR Ibnu Abi Ashim ).
b “ Bacalah Al Qur’an di dalam setiap bulan “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam dua puluh malam “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam tujuh malam dan jangan lebih sedikit dari pada itu“. ( HR Bukhari & Muslim ).
Berikutnya hadits lain dengan sabdanya masih kepada Ibnu Amr:
c.“ Barang siapa yang membaca ( seluruh ) Al Qur’an lebih sedikit dari pada tiga malam maka ia belum memahaminya “( HR Ahmad dengan sanad yang shahih ).
Kita lihat sabda Rosululloh Saw. kepada Ibnu Amr yang memiliki semangat yang kuat dan waktu luang untuk membaca Al Qur’an dengan cepat-cepat tapi tidak memperlihatkan minat untuk memahami isinya;
d. “ Sesungguhnya setiap hamba itu mempunyai semangat yang kuat, dan setiap semangat yang kuat itu mempunyai waktu senggang, baik kepada sunnah maupun kepada bid’ah. Barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada sunnah maka sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada selain itu , maka sesungguhnya ia telah hancur. ( HR Ahmad dan Ibnu Hibban di dalam shahih Ibnu Hibban )
Pada hadits ( a ) dapat dipahami bahwa definisi bid’ah adalah suatu perbuatan yang seperti petunjuk yang benar ( seperti shalat, baca bacaan ayat atau do’a, dll ) tetapi akibatnya yang melakukan hal tersebut tidak memohon ampunan kepada Alloh Swt, atau tidak mohon apa-apa kepada Alloh Swt. Hal ini bisa terjadi kepada orang yang melakukan Shalat, membaca do’a-do’a, atau melakukan sejenis ritual yang mereka merasa melakukan bakti atau ibadah kepada Alloh Swt, tapi hati dan pikirannya tidak konsentrasi atau lalai dari apa yang mereka ucapkan atau yang mereka lakukan sehingga maksud dan tujuan yang mereka lakukan tersebut menjadi tidak jelas, kata yang diucapkan ada mohon ampunan kepada Alloh tapi hati dan pikirannya tidak menyadarinya, kata yang diucapkan ada mohon petunjuk kepada Alloh tapi hati dan pikirannya tidak menyadarinya, kata yang diucapkan ada mohon rizki tapi hati dan pikirannya tidak merasakannya/ tidak mengharapkannya, Alloh Swt yang mengetahui hati dan pikiran manusia waktu itu mungkin tidak akan merasa dimohon apa-apa karena kata-kata yang diucapkan tidak dengan sungguh-sungguh, demikian halnya dengan orang memohon keselamatan tapi yang dilakukan melempar ayam ke laut misalnya maka maksud dan tujuannya menjadi tidak jelas. Demikian pula halnya dengan rentetan hadits-hadits ( b, c dan d ) pengertian bid’ah yang diungkapkan Rosululloh Saw semakna dengan hadits ( a ) tersebut di atas yakni semangat yang kuat untuk membaca Al Qur’an ( seperti melakukan petunjuk yang benar ) tetapi tidak untuk memahami isinya, akibatnya tidak mengharapkan petunjuk dari Alloh Swt, padahal Al Qur'an adalah petunjuk dari Alloh Swt bagi manusia wallohu a’lam.
Demikianlah bahasan yang dapat disajikan sekedar untuk merangsang umat agar selalu mau berpikir untuk mengkaji ulang ajaran Islam baik secara individu maupun kelompok sehingga timbul keyakinan yang hakiki dalam kalbu atau ditemukan ajaran Islam yang haq menurut Al Qur’an dan Sunnah, dan akhirnya tidak terdapat lagi pertentangan di antara umat Islam, Amin.

Saturday 8 May 2010

BACAAN YANG WAJIB BAGI MA'MUM


Bacaan Al Fatihah bagi ma’mum
Seringkali kita alami hal atau kejadian yang kalau kita perhatikan nampaknya akan membuat kita penasaran kenapa hal demikian bisa terjadi, lalu jika kita pikirkan nampaknya hal tersebut adalah keberadaan yang mustahil akan kebenarannya atau yakin bahwa keberadaan tersebut adalah salah.
Kejadian dimaksud adalah begini, sewaktu shalat berjamaah di suatu mesjid umum ( bukan mesjid golongan tertentu ) di mana shalat itu adalah shalat jahr, pada saat imam selesai membaca Al Fatihah lalu imam membaca surat-surat pendek Al Qur’an, pada saat itu ada sebagian ma’mum membaca Al Fatihah dengan sir atau berbisik-bisik, sedangkan ma’mum lain diam, tidak mambaca apa-apa dan hanya mendengarkan bacaan-bacaan imam, sementara itu pemahaman mereka yang diam tidak membaca apa-apa pada saat imam membaca Al Fatihah dan surat dengan jahr, mereka tidak membenarkan jika ma’mum membaca Al Fatihah, dan begitu pula sebaliknya. Jika dipikirkan maka perbedaan tersebut mestinya tidak terjadi sebab awal dari tata cara shalat berasal dari satu orang yaitu Rosululloh Saw. Namun jika ditelusuri kepada akar permasalahannya ternyata yang menjadi sebab adalah karena telah terjadi perbedaan pemahaman dari keterangan-keterangan yang dipelajari mereka ( para ahli terdahulu dan para imam ) kemudian sebagian para ahli dan pengikutnya saling mengklaim bahwa pemahamannyalah yang benar, kemudian mereka saling meninggalkan mereka-mereka yang berbeda pemahaman, maka terjadilah pengelompokan umat atas dasar perbedaan pemahaman ajaran Islam, sehingga pendirian masing-masing mesjid kadang-kadang menjadi symbol pengelompokan mereka. Seharusnya umat Islam merasa khawatir atas keadaan tersebut jangan-jangan termasuk kondisi yang diperingatkan Alloh Swt. dalam firmanNya, Qs Ali Imron : 103 sebagai berikut.

Dan berpeganglah kamu semua kepada tali ( agama ) Alloh dan janganlah kamu bercerai- berai. Dan ingatlah akan nikmat Alloh ketika kamu dahulu ( masa jahiliyah ) bermusuh-musuhan……”
Qs. Ali Imron : 105.

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat “
Perbedaan praktek shalat yang disertai dengan paham bahwa yang satu benar dan yang lain tidak benar adalah kondisi yang tidak mungkin benar sebab pada awalnya shalat diajarkan oleh satu orang yaitu Rosululloh Saw. Akan tetapi untuk menentukan paham mana yang benar di antara ajaran-ajaran yang berbeda tersebut tidak dapat dilakukan jika kita tidak menelaah sumber-sumber keterangannya. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah perbedaan pendapat harus selalu dikaji ulang dengan menelaah Al Qur’an dan Hadits-hadits shahih. Sementara itu perdebatan-perdebatan yang terjadi diantara umat seringkali menggunakan pendapat para imam sebagai dalih atau refferensi.
Untuk bahan kajian dalam kasus perbedaan tata cara berma’mum pada saat imam membaca dengan jahr, mari kita lihat bagai mana para ahli pendahulu memahami keterangan-keterangan tentang hal tersebut.
Beberapa sabda Rosululloh Saw.
1.a.
“ Tidak sah shalat orang yang tidak membaca di dalamnya Fatihata’l kitab ( Al Fatihah )……” ( H.R. Al Bukhari, Muslim, Abu’Uwanah dan Al Baihaqi }
b.
“ Tidak akan diberi pahala shalat orang yang tidak membaca Fatihata’l kitab di dalamnya “ ( Daqraquthni,dishahihkan olehnya dan Ibnu Hibban di dalam shahih Ibnu Hibban ).
c.
“ Barang siapa yang melakukan suatu shalat yang di dalamnya ia tidak membaca Fatihata’I kitab maka shalat itu kurang, shalat itu kurang, tidak sempurna “ ( H.R Muslim dan Abu ‘Uwanah ).
Dengan keterangan-keterangan ini semua ulama setuju bahwa dalam segala shalat wajib membaca Al Fatihah pada setiap rakaatnya. Akan tetapi dalam hal shalat berjamaah di mana shalat itu shalat jahr, maka dalam hal ini timbul perbedaan pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa kewajiban membaca Al Fatihah itu di tanggung oleh imam, sehingga ma’mum tidak perlu membaca Al Fatihah, sementara ulama lain berpendapat bahwa baik imam maupun ma’mum sama-sama wajib membacanya sehingga terjadilah perbedaan paham diantara umat sebagaimana sering kita temui diantara kita, tentunya masing-masing mempunyai dasar argumentasi sebagai mana diungkapkan di bawah ini,
Sebenarnya pada awalnya dalam hal ini terdapat tiga kelompok perbedaan paham.
Paham pertama.
Bahwa ma’mum membaca Al Fatihah dan surat Al Qur’an bersama imam ketika imam membaca dengan sirr, atau membaca Al Fatihah jika tidak mendengar bacaan imam pada shalat jahr, namun ma’mum diam ( tidak membaca Al Fatihah maupun Al Qur’an ) ketika mendengar imam membaca dengan jahr. Paham ini berasal dari pahamnya imam Maliki, yang kemudian diikuti oleh ulama Indonesia dari kalangan Islam Persatuan.
Paham kedua.
Ma’mum membaca Al Fatihah dan surat Al Qur’an ketika imam membaca dengan sirr dan membaca Al Fatihah saja ketika imam membaca dengan jahr. Paham ini berasal dari pahamnya imam As Syafi’i yang kemudian diikuti oleh ulama NU.
Paham ketiga.
Ma’mum tidak membaca apa-apa apakah imam membaca dengan sirr atau pun jahr. Akan tetapi paham ini tidak terkenal di Indonesia.
Adapun keterangan-keterangan yang mengakibatkan mereka berbeda pemahaman itu adalah sebagai berikut.
Keterangan-keterangan yang dipegangi oleh paham pertama:
2.a. Firman Alloh Swt.

Dan apabila dibacakan Al Qur’an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” ( QS Al Araf:204 )
b. Rosululloh Saw bersabda:
“ Barang siapa yang mempunyai imam maka bacaan imam adalah bacaan baginya.“ ( Ibnu Abi Syaibah, Abu Daud, Muslim, Abu ‘Uwanah dan Ahmad ).
c. Riwayat dari Abu Hurairah:
Sesungguhnya sesudah rosululloh Saw selesai dari suatu shalat yang beliau baca denngan nyaring lalu beliau bersabda, “ Adakah siapa-siapa di antara kamu baca bersama-sama aku tadi?” maka jawab seseorang, “ Ya, ya Rosululloh!” maka Rosululloh bersabda, “ Aku mau bertanya, mengapa aku dilawan baca Qur’an?” Kata Abu Hurairah, sesudah itu berhenti orang-orang daripada membaca bersama Rosululloh Saw di sembahyang yang Rosululloh baca dengan nyaring ketika mereka dengar yang demikian itu dari Rosululloh Saw. ( R.Abu Daud, Nasa’i, Turmudzi dan ia berkata hadits itu baik dan diriwayatkan pula oleh Malik di Mu’wath tha dan oleh Syafi’i, Ahmad dan Ibnu Hibban ).
d. Riwayat dari Abu Hurairah:
Sesungguhnya Rosululloh Saw telah bersabda, “ Dijadikan imam tidak lain melainkan untuk di turut dia, karena itu kalau ia takbir hendaklah kamu takbir dan apabila baca qiraat hendaklah kamu dengarkan” ( R Lima Imam, lihat Bulughul Maram, kecuali Turmudzi dan dishahihkan oleh Muslim ).
Sedangkan paham kedua memakai keterangan-keterangan berikut:
Hadits-hadits di atas ( keterangan 1a, b, c ) yang menerangkan bahwa wajibmembaca Al Fatihah dalam segala shalat.
3.a.Dalam shalat fajar beliau membacakan qira’at lalu berat baginya untuk membacanya. Maka tatkala selesai shalat beliau bersabda, “ Jangan-jangan kalian membaca qira’at di belakang imam kamu?” Kami berkata, “ Benar dengan cepat-cepat, wahai Rosululloh “. Beliau bersabda, “ Jangan kalian kerjakan, kecuali jika diantara kalian membaca Fatihata’l Kitab, karena sesungguhnya tidak sah shalat orang yang tidak membacanya”. ( Al Bari dalam Juj’ul Qira’ah, Abu Daud dan Ahmad dan dihasankan oleh Turmudzi dan Daraquthni )
b. Sabda Rosululloh Saw:
“…jangan kamu baca sesuatu dari pada Qur’an apabila aku baca keras melainkan Ummul Qur’an “. ( R. Abu Daud, Nasa’I, Daraquthni dan ia berkata, rawi-rawinya orang-orang yang dipercaya ).
c.Dan dari hadits-hadits lain yang senada.
Dengan keterangan-keterangan di atas yang menurut mereka ( para ahli pendahulu ) saling bertentangan itu, masing-masing paham saling mempertahankan pendapatnya dan berupaya mencari-cari pembenaran paham, bahkan ada kesan saling mencari-cari kelemahan keterangan lain.
Setelah ditelaah, keterangan-keterangan tersebut di atas dan keterangan lainnya rasa-rasanya tidak terdapat pertentangan, justru kesemuanya itu merupakan keterangan-keterangan yang saling melengkapi, di mana setiap sabda Rosululloh Saw itu mempunyai arah penekanan pada maksud tertentu. Sementara ini keterangan-keterangan di atas dipahami sebagai berikut:
Dari keterangan 1dipahami bahwa setiap orang, imam dan ma’mum setiap shalat wajib membaca Al Fatihah, tidak ada shalat atau rakaat tanpa bacaan Al Fatihah.
Dari keterangan 2a dipahami dengan jelas bahwa jika dibacakan Al Qur’an sangat dianjurkan atau wajib untuk mendengarkan dan memperhatikannya dalam keadaan apa saja dalam lingkup keleluasaan kesempatan dan keleluasaan waktu, ( tidak termasuk wajib bagi orang yang sedang sangat sibuk bekerja dengan penuh konsentrasi atau melakukan kegiatan lain yang bermanfaat, karena memang tidak pantas membacakan Al Qur’an kepada mereka ). Dalam shalat, jika imam membaca Al Qur’an maka ma’mum menjadi wajib hukumnya untuk mendengarkannya, karena maksud daripada imam membacakan Al Qur’an tersebut adalah untuk diperdengarkan kepada ma’mum, bukan untuk diperdengarkan kepada Alloh Swt, sebagai mana disabdakan Rosululloh Saw pada Hadits keterangan 2b, “ Barang siapa yang mempunyai imam maka bacaan imam adaqlah bacaan baginya”. Untuk Hadits ini dipahami begini, dengan dibacakannya Al Qur’an oleh imam maksudnya seolah-olah imam memberikan peringatan, petunjuk, pelajaran atau nasihat dan lain-lain kepada ma’mum dengan ayat-ayat Alloh ( Al Qur’an ) dan bukan berarti imam mewakili ma’mum berdo’a kepada Alloh Swt. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh surat Al Qur’an berikut ini.
Qs Al Maa’uun
1. Tahukah kamu ( orang ) yang memndustakan agama.
2 Itulah orang yang menghardik anak yatim
3 Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin
4 Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.
5 ( Yaitu ) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
6 Orang-orang yang berbuat riya.
7 Dan enggan ( menolong dengan ) barang yang berguna ( zakat ).
Kita bisa lihat bahwa surat Al Maa’uun bukanlah do’a kepada Alloh Swt, akan tetapi merupakan pelajaran dan peringatan dari Alloh Swt kepada manusia, karena itu jika seorang imam dalam shalatnya membaca surat tersebut berarti imam tersebut sedang memberikan pelajaran dan peringatan kepada ma’mumnya dengan kalimat-kalimat Alloh tersebut, dan solah-olah imam itu menggantikan tugas Rosululloh untuk menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an kepada umat. Oleh karena itu amat tepat jika kemudian Rosululloh Saw mensyaratkan agar yang menjadi imam itu adalah orang yang paling bisa membaca Al Qur’an, sebagaimana disabdakan Rosululloh Saw pada hadits berikut ;
Dari Ibnu Mas’ud ia berkata, telah bersabda Rosululloh Saw,” Mengimami kaum itu ( hendaknya ) orang yang lebih bisa membaca ( banyak menghapal ) Kitabulloh Ta’ala, jika mereka sama tentang bacaan, maka yang lebih mengetahui sunnah, lika mereka sama tentang sunnah, maka yang lebih dahulu hijrah, jika mereka sama tentang hijrah, maka yang lebih dahulu Islam…” ( HR. Muslim ).
Dan karena itu pula maka shalat berjamaah amat dianjurkan dengan jaminan 27 derajat pahala, wallohu a’lam.
Di atas dikatakan bahwa jika imam membaca Al Qur’an berarti seolah-olah imam tersebut memberikan pelajaran, atau peringatan, atau petunjuk, dan lain-lain kepada ma,mumnya, karena itu ma,mum wajib mendengarkannya, dan sangat tidak masuk akal jika kemudian ma,mum membaca Al Qur’an yang sama atau membaca bacaan lain. Oleh sebab itu pada Hadits keterangan 2a kepada orang yang sama-sama membacca Al Qur’an bersama Rosululloh ( imam ), Rosululloh menegurnya dengan sabdanya, “ Aku mau bertanya, mengapa aku dilawan baca Qur’an ? “ Sabda Rosululloh itu nampaknya begini “ Aku yang memperingatkan kamu dengan Qur’an, kenapa kamu balik melawan dengan memperingatkan aku dengan Qur’an juga ?” Wallohu a’lam.
Para ahli piqih pendahulu banyak yang memahami keterangan 2 c dan 2 d di atas dengan kesimpulan bahwa ma’mum wajib mendengarkan apa-apa yang dibaca imam dengan nyaring yaitu Al Fatihah dan Surat Al Qur’an dengan tidak mempertimbangkan keterangan 1a, b, dan c yang menyatakan bahwa tidak sah shalat tanpa membaca Al Fatihah. Bahkan juga menolak hadits-hadits senada yang menyatakan bahwa jika imam membaca qira’at dengan nyaring wajib didengarkan kecuali Al Fatihah ( Fatihata’l Kitab )
Adapun alasan mereka menolak keterangan-keterangan tersebut karena memandang bahwa itu bertentangan dengan Al Qur’an surat Al A’raf : 204 yang berbunyi “ Dan apabila dibacakan Al Qur’an maka dengarkanlah baik-baik…” dan kedudukan hukum ayat ini tentunya lebih kuat dibandingkan hadits-hadits tersebut. Dan ayat itu dianggap amat sesuai dengan hadits-hadits keterangan 2 c dan 2 d, pendek kata mereka mempertentangkan keterangan-keterangan tersebut.
Di sini kita coba untuk tidak mempertentangkan keterangan-keterangan tersebut dengan memahaminya sebagai berikut :
Kita ketahui bahwa yang dibaca imam dengan jahr itu ada 2 bacaan yaitu Al Fatihah dan surat Al Qur’an. Pada keterangan-keterangan 1a,b, dan c telah dikatakan bahwa setiap orang wajib membaca Al Fatihah dalam shalatnya, dan mungkin ini sudah sering dibicarakan oleh Rosululloh Saw sehingga dengan keterangan 2 c dan 2 d itu Rosululloh Saw nampaknya hendak menekankan bahwa yang harus didengarkan ma’mum ( dan tidak boleh dibaca ) itu adalah surat-surat Al Qur’an lain karena dianggapnya umat sudah tahu bahwa membaca Al Fatihah itu wajib bagi siapa saja, maka dari itu Rosululloh Saw menjelaskan lebih detail atau lebih rinci dengan hadits keterangan 3 a dan 3 b yang menerangkan bahwa jangan membaca Al Qur’an apapun jika imam membaca Qur’an dengan keras atau nyaring kecuali Fatihata’l Kitab atau Umul Qur’an.
Nampaknya para ahli pendahulu kurang jeli dalam mengamati kalimat pada keterangan 3 a dan 3 b ini, dimana sebenarnya dengan keterangan tersebut Rosululloh Saw mengisyaratkan bahwa Al Fatihah dengan surat-surat Qur’an yang lain adalah dua hal yang berbeda, atau Al Fatihah adalah surat yang dikecualikan dari Qur’an, wallohu a’lam. Lalu kenapa Al Fatihah ini dibedekan dari Al Qur’an, mari kita lihat dan kita bahas perbedaannya .
Qs. Al Fatihah,
Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam.
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Yang menguasai hari pembalasan.
Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
( Yaitu ) jalannya orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, dan bukan ( jalan ) mereka yang dimurkai, dan bukan ( pula jalan ) mereka yang sesat.
Jika kita amati surat Al Fatihah di atas, nampaklah bahwa ayat-ayat atau kalimat-kalimat itu seperti layaknya kata-kata manusia kepada Alloh Swt, padahal Al Qur’an sendiri diberikan dari Alloh kepada manusia. Nampaknya Alloh Sengaja menurunkan surat Al Fatihah ini agar manusia memuji, mengagungkan dan berdo’a kepada Alloh dengan kalimat sempurna sebelum membaca, mendengarkan, atau mempelajari Al Qur’an baik di waktu shalat maupun bukan waktu shalat.
Kemudian kita lihat surat-surat Al Qur’an lainnya dan kita bandingkan setiap kalimatnya dengan Al Fatihah,
Qs Al Baqarah : 2 & 3
“ Kitab ( Al Qur’an ) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, ( yaitu ) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka.”
Qs Al Kautsar : 1-3
1. Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2.Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah ( di jalan Alloh ).
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus (dari rahmat Alloh ).
Dengan membandingkan kata demi kata pada ayat-ayat di atas dengan ayat-ayat Al Fatihah nampak sekali perbedaannya karena ayat-ayat Al Qur’an tersebut jelas sekali merupakan petunjuk, perintah dan peringatan dari Alloh Swt kepada manusia. Jadi perbedaan inilah nampaknya yang menjadi alasan mengapa Rosululloh membedakan atau mengecualikan Al Fatihah dari Al Qur’an atau surat-surat lainnya.
Sepertinya bukan hanya Rosululloh Saw saja yang membedakan atau mengecualikan Al Fatihah dengan Al Qur’an melainkan Alloh Swt pun membedakan di antara keduanya, hal ini difirmankan Alloh pada surat Al Hijr : 87,
“ Dan sesungguhnya kami teleh berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ( Al Fatihah ) dan Al Qur’an yang agung.”
Dengan mengatakan, “ ……tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur’an yang agung “ yang jika kita ilustrasikan dengan rumus, misalnya dikatakan, kita jumlahkan x dan y , maka nilai x dan nilai y adalah berbeda, atau sama dengan mengatakan “ diberikan kepadamu gula merah dan gula pasir kepadamu “ maka jelas berbeda antara keduanya meskipun sama-sama gula. Agar tidak meragukan mari kita coba menterjemaahkan ayat tersebut dengan ayat Al Qur’an lain dan dengan hadits shahih. Di atas telah dikatakan bahwa Al Qur’an adalah petunjuk ( lihat Qs Al Baqarah : 2 & 3 ). Kemudian di ayat lain dikatakan bahwa Al Qur’an adalah pelajaran, misalnya yang tercantum pada Qs Al Qamar : 17,22, 32, dan 40 ).
Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?”
Dan masih banyak ayat yang menjelaskan bahwa Al Qur’an adalah pelajaran, atau petunjuk, atau pemberi peringatan. Sementara Rosululloh Saw menjelaskan dengan firman Alloh Swt apa itu Al Fatihah, kita lihat hadits dari Abu Hurairoh berikut ;
“ Alloh yang bertambah-tambah berkahNya dan ketinggianNya berfirman, “ Shalat itu dibagi antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, satu bagian untuk Ku dan satu bagian untuk hambaKu. Yang untuk hambaKu adalah sesuai dengan apa yang diminta. “ Berkata hamba, “ Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin”. Alloh berfirman ( manjawab ), “ Telah memuji Aku hambaKu “, hamba berkata, “ Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang “, Alloh berfirman, “ Hambaku telah memujaKu “. Hamba berkata,” Yang menguasai hari pembalasan “, Alloh brfirman, “ HambaKu telah memuliakan Aku “. Hamba berkata,” Hanya kepadaMulah kami beribadah dan hanya kepadaMulah kami mohon pertolongan “, Alloh berfirman, “ Ini adalah antara Aku dan hambaKu, dan bagi hambaku apa yang dimohonkannya “. Hamba berkata, “ Tunjukilah kami ke jalan yang lurus ( yaitu ) jalannya orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan ( pula jalan ) mereka yang sesat “, Alloh berfirman,” Semua itu adalah bagi hambaKu, dan bagi hambaKu adalah apa yang dimohonnya “. ( Muslim dan Abu ‘Uwanah, dan Malik ).
Jelas sekali bahwa Al Fatihah bukanlah pelajaran atau petunjuk atau peringatan kepada manusia melainkan puja dan puji serta permohonan kepada Alloh Swt. walaupun redaksinya diberikan oleh Alloh kepada Rosululloh Saw.
Dan kita lihat hadits berikut yang pernyataannya amat mirip dengan Al Qur’an surat Al Hijr : 87 tersebut di atas. Dan menurut Al Baji hadits ini menerangkan ayat tersebut.
“ Belum pernah Alloh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia menurunkan di dalam At Taurat dan tidak pula di dalam Al Injil semacam Ummu’l Qur’an, yaitu As Sab’u’l Matsani ( tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ) dan Al Qur’anu’l ‘Azhim ( Al Qur’an yang agung ) yang diberikan kepadaku. ( An Nasa’I dan Al Hakim serta dishahihkan dan disepakati oleh Adz Dzahabi ).
Dengan demikian jelaslah bahwa Alloh Swt pun membedakan antara Al Fatihah dengan Al Qur’an atau surat-surat lainnya dalam kitab Al Qur’an tersebut, sehingga perintah Alloh Swt pada Qs Al Araf : 204 yang memerintahkan agar mendengarkan dan memperhatikan jika dibacakan Al Qur’an itu maksudnya jika dibacakan surat-surat dari mulai surat Al Baqarah sampai surat akhir dari kitab Al Qur’an yakni surat An Naas. Dalam shalat, Al Fatihah bukan wajib didengar dan diperhatikan melainkan wajib dibaca sesuai sabda-sabda Rosululloh Saw. Pada keterangan 1.a, b, dan c, dan 3.a, dan b .
Dalam buku soal jawab tentang Islam yang disusun oleh A Hasan seorang yang ditokohkan Islam Persatuan mempertanyakan, kapan waktunya jika ma’mum wajib membaca Al Fatihah dikala imam membaca dengan jahr atau nyaring, sebab jika imam membaca surat Qur’an dengan nyaring lalu ma’mum membaca Al Fatihah itu adalah salah, pendapat itu benar sekali, itu sesuai dengan perintah Qs Al Araf : 204. Akan tetapi untuk menentukan waktu membaca Al Fatihah bagi ma’mum ketika shalat jahr, dengan merujuk pada keterangan-keterangan dan pemahaman di atas, maka dapat kita tentukan dengan memahami isyarat dari sabda Rosululloh Saw berikut ini :
Riwayat dari Abu Hurairah :
Sesungguhnya Rosululloh Saw telah bersabda,” Dijadikan Imam tiada lain, melainkan untuk diturut dia. Karena itu kalau ia takbir hendaklah kamu takbir, dan apabila ia baca Qira’at ( Al Qur’an ) hendaklah kamu dengarkan. ( R. Lima imam kecuali At Turmudzi dan dishahihkan oleh Muslim ).
Nampaknya hadits ini disabdakan untuk menekankan bahwa ada perilaku khusus dalam tata cara shalat mengikuti imam pada shalat jahr, yaitu pada saat imam membaca Qira’at ( Al Qur’an ) ma’mum bukan menuruti atau mengikuti imam sebagaimana gerakan lain yang harus diturut melainkan harus mendengarkan bacaan imam tersebut ( Al Qur’an ). Dalam hadits tersebut Al Fatihah tidak disebutkan karena nampaknya dianggap bahwa umat sudah tahu akan kewajiban membacanya untuk semua orang ( imam dan ma’mum ) sebagaimana gerakan-gerakan lain yang tidak disebutkan yakni gerakan-gerakan yang harus diturut yaitu Al Fatihah, ruku’, bangun dari ruku’, sujud, dll.
Karana Al Fatihah itu wajib juga dibaca ma’mum, maka dalam melakukannya ma’mum membacanya bersama-sama mengikuti atau mengiringi imam di dalam hatinya atau dengan sirr karena imam itu untuk diturut, kecuali jika imam membaca Al Qur’an ( dari Qs Al Baqarah – An Naas ).
Karena Al Fatihah itu ayat-ayat puja, puji, dan do’a kepada Alloh Swt, maka jika imam dan ma’mum bersama-sama membacapun tidak akan dikatakan bahwa ma’mum melawan imam sebagaimana sabda Nabi Saw pada hadits keterangan 2.c karena kedua belah pihak sama-sama memuji, dan berdo’a kepada Alloh Swt, tidak seperti imam yang membaca Al Qur’an yang di tujukan kepada atau untuk ma’mum.
Nampaknya Al Fatihah dibaca jahr itu dimaksudkan untuk memandu seluruh ma’mum agar pada saat imam membaca Al Qur’an, semua ma’mum sudah benar- benar siap mendengarkannya dan tidak sampai terjadi ada ma’mum yang masih membaca Al Fatihah, wallohu a’lam.
Marilah kita lihat keterangan berikut ini
Beliau selesai dari suatu shalat yang didalamnya beliau mengeraskan Qira’at ( di dalam riwayat disebutkan bahwa salat itu shalat shubuh ), kemudian beliau bersabda,“Apakah diantara kamu ada yang membaca Qira’at bersamaku tadi ? “ seorang laki-laki berkata,” Benar, aku wahai Rosululloh “. Beliau bersabda,” Sesungguhnya aku mengatakan bahwa aku tidak menyelang-nyelangi di dalam Qira’at.” ( dalam hal ini ada yang mengartikan menyelang-nyelangi dan menimpalinya )…..dst. ( Malik dan Al Hamidi, Al Bukhari dalam Juz’ul Qira’at, Abu Daud dan Al Mahamili, dihasankan oleh Turmudzi dan dishahihkan oleh Abu Hatim ).
Dari hadits di atas nampak bahwa dalam membaca Qira’at ( Al Qur’ an ), Rosululloh Saw tidak menyelang-nyelangi untuk tidak memberi kesempatan diikuti atau ditimpali oleh ma’mum. Sementara dalam membaca Al Fatihah sebuah hadits menerangkan sebagai berikut ;
Kemudian Rosululloh Saw membaca Al Fatihah dan memotongnya ayat demi ayat,
Bismillahir rohmaanir rihiim.
Kemudian berhenti, lalu membaca,
Alhamdu lillahirobbil ‘aalamiin.
Kemudian berhenti, lalu membaca,
Arrohmaanir rohiim.
Kemudian berhenti, lalu mengucapkan,
Maaliki yaumid diin, dan seterusnya.
( Abu Daud dan As Sahmi dan diriwayatkan oleh Abu Umar Ad Dani ).
Dengan cara membaca seperti itu mungkin mungkin Rosululloh Saw memberi kesempatan kepada ma’mum agar dapat mengatur tempo untuk mengiringi, mengikuti atau menimpali imam membaca Al Fatihah tersebut, wallohu a’lam.
Masih dalam kaitannya membaca Al Fatihah bagi ma’mum, sebenarnya masih ada beberapa hadits yang dianggap bertentangan, akan tetapi kemudian dinyatakan lemah oleh sebagian ahli fiqih, diantaranya hadits berikut ini ;
Sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda, “ Tiap-tiap sembahyang yang tidak dibaca padanya Umul Qur’an maka ia itu tidak sempurna, melainkan kalau di belakang imam “. ( R Khallal ).
Seandainya hadits ini benarpun tidak perlu dipertentangkan dalam memahaminya sebab bisa jadi sabda ini ditujukan untuk menekankan kepada orang yang belum bisa atau belum fasih dalam membaca Al Fatihah agar selalu shalat berjamaah untuk mendapatkan atau mencapai shalat yang syah dan tidak khawatir tidak diterima shalatnya, justru malah bisa belajar dengan mengikuti imam. Atau jika benar pula ada kemungkinan sabda tersebut untuk memberi jaminan syahnya shalat atau rakaat tanpa Al Fatihah bagi ma’mum yang masbuk yang tidak sempat membaca Al Fatihah bersama imam atau mengiringi imam, karenanya tidak perlu memaksakan untuk membaca Al Fatihah jika memang sudah terlewat kesempatan untuk membacanya sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap kewajiban lain misalnya kewajiban untuk mendengarkan bacaan Al Qur’an.
Dalam hal ini dapat diambil sebagai rujukan dari sebuah keterangan sbb;
“ Apabila seseorang di antara kamu datang untuk shalat sewaktu kami sujud, maka hendaklah kamu sujud dan jangan kamu hitung itu satu rakaat, dan barang siapa yang mendapati ruku’ bersama imam, maka ia telah mendapati satu rakaat “ ( Riwayat Abu Daud ).
Jadi, bagi orang yang sudah hafal atau bisa membaca Al Fatihah dan tepat pada kesempatannya yakni menuruti atau menimpali imam maka ia wajib membacanya. Ini menunjukkan bahwa Alloh Swt dan Rosululloh Saw tidak hendak menyulitkan umatnya, Wallohu a’lam.
Sekilas keterangan-keterangan beserta pemahaman-pemahaman tersebut di atas menjadi tampak bertolak belakang atau bertentangan, sebab satu sesi berkesimpulan bahwa membaca Al Fatihah itu wajib di setiap raka’at, tapi di sesi berikutnya berkesimpulan boleh terlewat dengan alasan tertentu, sehingga timbul pertenyaan apa maksud wajib di situ ?, untuk itu mari kita telaah makna Al Fatihah di sub judul yang lalu.