Translate

Sunday 19 June 2016

Shalat Khusyu



Apakah kita yakin bahwa shalat yang kita lakukan sehari-hari itu sudah benar ?, maksudnya apakah sudah sesuai dengan yang dimaksud dan dikehendaki Alloh dan Rosululloh Saw atau belum ?. Hal ini harus menjadi perhatian bagi umat yang   mengharapkan ibadahnya benar-benar khusyu dan mendapat pahala yang maksimal, karena nampaknya Rosululloh Saw pernah mensinyalir bahwa umatnya banyak yang melakukan shalat dengan cara yang tidak sesuai dengan yang beliau maksudkan sehingga diperkirakan nilai pahala umat yang shalat tersebut sedikit sekali. Sabda Nabi Saw tersebut adalah sebagai berikut,

“ Sesungguhnya hamba itu akan melakukan Shalat. Namun mereka tidak akan mendapatkan pahala kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, seper enamnya, seperempatnya, sepertiganya, atau separohnya “.  (  HR Ibnu’l Mubarak, Abu Daud, Nasa’i ) 
    
Jika kita bicara masalah keyakinan, nampaknya seseorang bisa menetapkan keyakinannya sendiri, sekalipun tidak berdasarkan ilmu pengetahuan, terlepas dari kenyataan yang sebenarnya apakah keyakinan itu benar atau salah. Sebagai contoh kita ungkap masalah yang sudah dibahas di postingan yang lalu yaitu mengenai harus dan tidak bolehnya membaca Al Fatihah di belakang imam pada saat salat jahr, satu pihak merasa yakin bahwa harus membaca Al Fatihah di belakang imam pada shalat jahr dengan mengabaikan pendapat lainnya, sementara pihak lain pun merasa yakin pula dengan pendapatnya bahwa pada shalat jahr ma’mum wajib mendengarkan bacaan imam dan tidak boleh membaca apa-apa termasuk Al Fatihah .
Berbicara tentang shalat tetunya harus serta merta dengan membicarakan khusyu. Sholat khusyu kurang lebih berarti serius atau sungguh-sungguh dalam melaksanakannya, sehingga pada waktu shalat tersebut kita bisa merasakan bahwa kita sedang menghadapi Alloh, kita sedang berkata-kata atau berbisik-bisik  memuji, memuja, dan memohon segala sesuatu kepada Alloh, dan tentunya mengharapkan dikobulkannya apa-apa yang dimohonnya, kita lihat keterangan-keterangan berikut ini;

“Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah shalat wusta  (  shalat yang diutamakan atau shalat pardu ) berdirilah untuk Alloh ( dalam shalatmu ) dengan khusyu “  (  Qs Albaqarah: 238 )

Sabda Rosululloh Saw;
“ Apabila seseorang dari pada kamu di dalam shalat maka sesungguhnya ( berarti ) ia berkata-kata kepada Tuhannya oleh karena itu janganlah ia berludah ke depannya dan jangan ke kanannya tetapi kekirinya ke bawah kakinya “ ( Mutafak Alaih )

“ Sesungguhnya orang yang sedang shalat itu sedang berbisik-bisik dengan Tuhannya. Oleh karena itu hendaklah ia memperhatikan apa yang dibisikkannya itu kepadaNya “ ( Malik dan Bukhari )

Dari Abi Hurairah , bahwa Nabi Saw. telah bersabda : “ Menguap itu dari  ( gangguan ) syaitan. Oleh karena itu apabila seseorang dari kamu menguap, hendaklah ia tahan sedapat-dapatnya “ . Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dan ia tambah : di dalam shalat.

Sebuah hadits shahih:

“ Jika salah seorang di antara kamu merasa kantuk dalam shalat maka tidurlah sampai hilang tidur darinya sebab bisa jadi ia hendak memohon ampunan kepada Tuhannya tetapi malah justru memaki dirinya.”

Firman Alloh Swt:
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu  dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan……”   ( Qs An Nisa: 43 )

 " Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik ". ( Qs Al A'raaf : 56 )

Keterangan-keterangan tersebut di atas nampak mengisyaratkan bahwa kalau kita sedang shalat itu jangan sampai kita berperilaku tidak sopan dan tidak menyadari apa-apa yang diucapkan atau dibisikkan kepada Alloh Swt. Sementara itu nampaknya sebagian besar umat Islam Indonesia ada kecenderungan yang kuat  pada kemungkinan tidak menyadari atau tidak mengertinya apa yang dibacanya atau dibisikkanya  kepada Tuhannya  di waktu shalat karena perbedaan bahasa keseharian dengan bahasa yang dipakai dalam shalat, bahkan ada kemungkinan masih banyak umat yang tidak memperdulikan apa-apa isi dari bacaan shalat, maka bisa jadi shalat itu tanpa hati dan pikiran, tanpa kekhusyuan dan kesungguhan, ini bisa jadi sia-sia, sebab pada keterangan-keterangan di atas diperintahkan jangan dulu shalat sebelum mengerti apa yang diucapkan, meskipun ada perbedaan alasan.
Wallohu'alam
Semoga bermanfaat