Translate

Friday 24 November 2017

Definisi Bid'ah menurut U'Baru ( Bukan Ulama ) 2.



Mendefinisikan bid'ah dengan kalimat " perbuatan yang tidak dilakukan /tidak dicontohkan Rosululloh...." itu tidak salah, tapi terlalu benar, karena Rosululloh yang paham definisi bid'ah  pastilah hal2 bid'ah itu tidak akan dilakukan.
Jadi, jika ber qunut di shalat subuh itu bid'ah tentunya Nabi tidak akan melakukannya walaupun hanya satu kali. Karena Nabi pun dilarang melakukan perbuatan bid'ah, jelas friend???
Untuk menilai suatu amalan bid'ah atau tidak tentunya harus dengan definisi yang benar sebagaimana yang dimaksud Rosululloh Saw. Jangan mikir sendiri, misalnya, ".                                                          bid'ah berasal dari kata...yang berarti...", rasanya tidak bisa demikian, karena suatu istilah yang asalnya dari kata atau dari benda apa saja akan berbeda arti dengan kata aslinya. atau " bid'ah menurut bahasa adalah.....sedang bid'ah menurut syari'ah adalah....." tidak bisa juga demikian, karena saya kira definisi bid'ah menurut Rosululloh Saw. itu hanya satu. Maka pikirkan apa-apa yang dikatakan Rosululloh Saw.untuk mendapatkan definisi yang paling mendekati kebenaran.
Di tulisan postingan yang lalu dituliskan bahwa yang dimaksud bid'ah adalah " paham baru yang bukan dari Nabi atau Al Quran " tidak ada barang baru dikatakan sesat, upaya ibadah yang baru bisa bid'ah bisa tidak, menuruti anjuran atau perilaku Nabi dan mengamalkan Al Qur'an pun bisa sunah bisa bid'ah, semuanya tergantung pemahamannya atau arah tujuannya. Semuanya itu akan dikategorikan bid'ah apabila pemahamannya tidak sejalan dengan paham Al Quran, sunah Nabi, Asma ul husna dan sifat_sifat Alloh Swt. Oleh karena itu manakala menemui perbuatan baru dalam shalatnya umat, Rasulullah menanyakan alasannya atau pemahamannya.
Kita pun harusnya begitu juga dalam menilai bid'ah tidaknya sebuah amalan ( tahu maksud dan tujuan amalan tersebut ),
Jangan sampai punya pikiran karena suatu amalan tertentu yang dilakukan ulama besar, hafidz Qur'an, hafal ratusan hadits lalu amalan pribadinya yang merupakan inisiatif sendiri dipastikan tidak bid'ah.
Pola pikir seperti itulah taqlid yang menyebar - luaskan bid'ah.
Jangankan amalan ulama besar, amalan Rosululloh saja jika dilakukan dengan menyimpang maksud dan tujuannya, itu jadi bid'ah, misalnya, Jika memahami bahwa ber qunut di shalat subuh itu wajib yang tidak boleh ditinggalkan, maka itu bid'ah.
Perhatikan pemahaman Hasan bin Athiyah di bawah ini,
Dari Hasan bin Athiyah berkata, “Tidaklah suatu kaum melakukan kebid’ahan dalam agamanya melainkan Allah akan mencabut Sunnah mereka yang semisalnya, kemudian Allah tidak mengembalikannya kepada mereka sampai hari kiamat” ( Dikeluarkan oleh ad-Darimi )
Contoh:


Dianjurkan baca Al Qur'an
Maksud dan tujuannya agar mendapatkan petunjuk, pelajaran, dll. ( Sunnah ).
Jika suatu kaum membaca Al Qur'an dengan maksud dan tujuan yang menyimpang dari itu maka bid'ah, bukan sunnah. Dengan demikian Sunnah sejenis yakni membaca Al Quran sesuai sunnah nabi akan hilang, yang ada mambaca Al Qur'an tanpa niatan untuk mendapatkan petunjuk, dan kemarin 2 sudah terjadi,  sekarang sunnah mudah mudahan Alloh turunkan kembali ,  Insya Alloh, Alhamdulillah.
Wallohu'alam
Semoga bermanfaat.

Wednesday 27 September 2017

PANSUS HAK ANGKET KPK

Kini ramai kisruh KPK dan Pansus hak angket, nampak mereka sedang adu kekuatan dan tidak ada juru damai.


Menilik siapa lawan dan kawan mereka masing 2, kawan DPR atau pansus mungkin banyak, kawan KPK siapa? Kawan sejati KPK harusnya rakyat.


KPK harus ada yang mengontrol, itu logika yang masuk akal. KPK dikontrol DPR atau lembaga penyelenggara negara lain, itu tidak masuk akal, karena justru penyelenggara negara lah yang terus-menerus dikontrol KPK.


KPK bisa dikontrol oleh sekelompok orang2 yang tidak mungkin melakukan korupsi.
Wallahu 'alam
Semoga bermanfaat

Sunday 30 July 2017

Telunjuk dalam Tasyahud


Banyak ustadz dalam ceramahnya manakala menjelaskan perkara bid'ah acapkali mengungkapkan kalimat " Islam itu sudah sempurna" dengan tidak menyadari bahwa dalam banyak perkara justru cara memahaminyalah yang belum sempurna, bukan  ajaran Islamnya.


Misalnya, sudah sempurnakah memahami bagaimana seharusnya telunjuk saat tasyahud? Apakah yakin Nabi Muhammad  Saw. mengajarkan dua cara, menggerak-gerakannya dan menunjuk lurus?
Sementara cara-cara tersebut dipahami oleh para mujtahid dulu dari keterangan berikut ini,


Dari Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma:
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan tangan kanan di atas paha kanan, dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya.” (HR. Muslim)


Wail berkata:
“Beliau mengangkat jarinya. Aku lihat beliau menggerak-gerakkan jarinya dan berdoa dengannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dengan sanad shahih.َ


 Dan dalam hadist yang lain, dari Abdullah bin Umar:
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya beliau melihat seorang laki-laki menggerakan kerikil ketika shalat, ketika dia selesai shalat maka Abdullah berkata: Jangan engkau menggerakkan kerikil sedangakan engkau shalat, karena itu dari syetan. Akan tetapi lakukan sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Maka beliau meletakkan tangan kanannya di atas pahanya dan mengisyaratkan dengan jari di samping jempol (yaitu jari telunjuk) ke arah qiblat, kemudian memandangnya, seraya berkata: Demikianlah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan. (HR. An-Nasa’i)


 Disunnahkan menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahhud pada saat berdoa, karena datang di dalam hadits Wa’il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu:
“Bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat jari beliau, maka aku melihat beliau menggerakkannya, seraya berdoa dengannya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ahmad)


Dari Nafi’ beliau berkata:
“Abdullah bin ‘Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan menjadikan pandangannya mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk.'”(HR. Ahmad)
dan hadits-hadits lain sejenis.


Kemudian kedua cara tersebut diperdebatkan tapi dengan mengikuti pola pikir para mujtahid dulu, ya hasilnya akan tetap seperti itu. Tapi kalau saya coba ikut mengkaji ulang dengan pola pikir yang lain, muncul komentar sinis, belajarnya dari mana?, hafal berapa hadits?, ijtihad itu ada syaratnya! Dll.
Coba kita pikirkan bersama, jika Rosululloh Saw. tidak mensyaratkan hal2 tersebut untuk berijtihad, lalu anda mensyaratkannya boleh tidak?.
Jadi, sebelum anda memperlihatkan dalilnya yang jelas tentang syarat ijtihad, saya coba berijtihad untuk mencari yang benar daripada dua perbedaan tersebut.


Pengamatan saya begini, bahwa hadits -hadis tersebut menginformasikan amalan hasil penglihatan dari gerakan Rosululloh Saw.
Yang namanya gerakan tubuh, bisa disengaja bisa tidak, bisa dengan kendali otak bisa di luar kendali, dengan demikian 
kata " menggerak-gerakkan " pada HR Imam Al Baihaqi lebih tepat jika dikatakan " terlihat bergerak-gerak " karena tidak tahu apakah gerakan itu disengaja atau tidak, sementara menunjuk diam dan lama, jelas disengaja.
Yang mengetahui bergerak-geraknya telunjuk Rosululloh disengaja atau tidak adalah beliau sendiri, maka jawabannya terdapat pada hadits berikut:


Dari Nafi’ beliau berkata,
...............
" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk.'”(HR. Ahmad)


Maka seharusnya telunjuk itu lurus dan kaku, dan gerakan itu diluar maksud Rosululloh Saw. mungkin waktu itu telunjuk Rosululloh dalam keadaan gemetar karena sesuatu hal.


Wallahu'alam.
Semoga bermanfaat.

Tuesday 11 July 2017

Sholat jamak

Telah berulangkali saya menyimak khotib Jum at
menerangkan  sebuah hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim menganai kisah, Rasulullah saw. Yang menyuruh 2 orang sahabat untuk pergi ke perkampungan Bani Quraizhah. Yang mana beliau memberi sebuah pesan kepada mereka yaitu, “Laa yushalliyaannna ahadun al ‘ashra illaa fii banii quraizhah”.


Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kamu sholat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.
Lalu pergilah mereka menuju perkampungan Bani Quraizhah.


Di tengah jalan ternyata waktu Ashar sudah mau habis, sedangkan jarak ke perkampungan Bani Quraizhah masih cukup jauh. Maka karenanya timbullah 2 pendirian yang berbeda di antara mereka, yang satu orang melaksanakan salat ashar di perjalanan, dan yang lainnya salat ashar di tempat tujuan, maka sepulang dari bepergian tersebut keduanya mengadukan hal ini kepada Rasulullah saw. Dan ternyata Rasulullah saw, tidak menyalahkan kedua pendirian tersebut.
Tapi sayang sekali dari kisah  tersebut memunculkan paham bahwa berbeda pendapat adalah sesuatu yang tidak masalah.


Pemahaman saya, pada kisah tersebut, dengan perintah dan pesan itu Rosululloh Saw. hendak mengajarkan suatu hukum syariat. Saya kira dengan perintah dan pesan tersebut Rosululloh Saw. sudah memperhitungkan bahwa waktu ashar akan terlewat. Sementara hukum shalat ashar ketika bepergian, bagi Rosululloh Saw. sudah ada ketentuan, yakni boleh pada waktunya, boleh juga disatukan di waktu maghrib, dan itu adalah keringanan  atau rukshoh yang boleh manfaatkan atau  tidak. Hukum inilah yang hendak Rosululloh Saw. ajarkan kepada mereka dengan kisah tersebut sebagai tambahan hukum yang telah beliau sosialisasikan dengan kebiasaannya jamak & Qashar dzuhur dengan ashar, magrib dengan isya. Dan pada umumnya memang pemahamannya adalah seperti itu.


Dalam hal ini, sekitar belasan tahun lalu saya pernah ditertawakan seorang bapak-bapak karena melaksanakan jamak sholat maghrib di waktu ashar, karena akan bepergian jauh setelah ashar,   sementara pertimbangan saya, jika harus shalat maghrib dan isya di larut malam dan dalam keadaan lelah dikhawatirkan ngantuk, dan shalat dalam keadaan ngantuk itu tidak baik.


Sebelum Kisah tersebut ditetapkan ketentuan hukumnya nampaknya seperti perbedaan pendapat, tapi setelah ditetapkan ketentuan hukumnya ternyata itu bukanlah perbedaan pendapat melainkan hanyalah ketidak tahuan dan perbedaan hasrat dan minat memanfaatkan rukshoh


wallahu'alam.
Mari kita diskusikan...
Semoga bermanfaat


Thursday 15 June 2017

Tafsir sila ke 4 Pancasila



Saya coba cari-cari penafsiran sila ke 4 dari Pancasila di google, rasanya belum mendapatkan penafsiran yang mantap sebagai mana yang saya pahami, bahkan ada yang beranggapan bahwa dengan sila ke 4 Pancasila tersebut masih terbuka penafsiran adanya kesesuaian dilakukannya pemilu presiden langsung oleh rakyat.


Mari kita diskusikan dan dapatkan penafsiran yang benar.


4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.


Tafsiran saya begini;


Kerakyatan yang dipimpin oleh ( seseorang yang terpilih atau hukum yang dihasilkan sebagai ) hikmat ( dari hasil ) kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan ( MPR, DPR RI / DPRD ).
( Hikmat kira kira berarti dampak dahsyat dari...atau manfaat istimewa dari....)


Jadi pemilihan kepala pemerintahan langsung oleh rakyat itu menyalahi pancasila, menyalahi Al Quran, dan menyalahi akal sehat, karana melibatkan banyak rakyat yang tidak tahu menahu, bahkan banyak dijejali paham " Stupidisme " ( pembodohan ), lalu disuruh memilih orang yang terbaik untuk jadi pemimpinnya.


Jadi, demokrasi pancasila yang benar adalah demokrasi yang dari masyarakat ke RT hingga ke Presiden tetap melibatkan " permusyawaratan dari perwakilan rakyat " tidak perlu partai .


Ternyata para pembuat konsep Indonesia dulu itu orang-orang cerdas.
Kekayaan alam yang melimpah, dasar negaranya Pancasila, seharusnya menjadi negara juara, jika tidak salah kaprah.
Wallahu'alam,


Ayo kaji sama,  benar gak pemahaman tersebut?


Semoga bermanfaat.

Monday 5 June 2017

Indonesia Raya

Suatu saat, di yutube, saya menyetel video Cak Nun (  Pak Emha Ainun Najib ). Dalam guyonannya beliau mengoreksi sebuah kalimat pada sya'ir lagu kebangsaan kita yaitu kalimat " Di sana lah aku berdiri, jadi pandu ibuku " yang dianggapnya tidak tepat, lalu guyonannya disambut gelak tawa pemirsa.

Saya ingin melanjutkan koreksi lebih jauh lagi mengingat lagu kebangsaan adalah hal yang sakral. Di dalamnya ada do'a, ada pengakuan, ada sumpah, ada tekad. Kalimat " Di sana lah aku berdiri, jadi pandu ibuku " bisa mengandung beberapa pengertian buruk, namun intinya menggambarkan bahwa jiwa kita jauh dari tanah Indonesia.

Karena lagu itu terus menerus dinyanyikan dengan khidmat oleh semua orang Indonesia, maka kenyataannya bangsaku jauh dari tanah Indonesia tinggal dua, tiga langkah lagi bisa terjwujud, apa lagi 17 Agustus akan berikrar lagi secara serempak, mau ???

Pantas saja pejabat banyak yang korupsi, Indonesia bangkrut gak masalah, Indonesia kan disana. Mereka selalu menyanyikan itu.

Pantas saja para politikus berani mengubah Undang-undang yang asalnya " Calon presiden harus orang Indonesia asli "  menjadi " Calon presiden harus orang Indonesia " itu bisa jadi karena memang jalurnya do'a itu, karena dengan demikian berarti mereka ridlo dipimpin oleh orang yang kecintaan terhadap bangsa dan negerinya diragukan, yang menjadi wni baru beberapa tahun misalnya. astagfirullah!

Jadi, saya harap para politikus pribumi, sanggup memperbaiki segalanya sehingga bangsaku tetap berdiri disini di Indonesia Raya, aamiin.

Wallahu'alam.
Semoga bermanfaat.

Wednesday 31 May 2017

Negara Pancasila harga mati

Itu kalimat yang digembar-gemborkan pemerintah, akhir- akhir ini.


PANCASILA,
1. Ketuhanan yang maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima dasar negara tersebut harus dijiwai oleh semua orang, semua lembaga, semua organisasi.
Momen yang tepat sekarang ini pada  peringatan hari lahir Pancasila untuk saling mengingatkan agar tertanamnya jiwa pancasila pada setiap orang, semua lembaga, semua organisasi, dll. Terutama kepada pemerintah.

Bagus sekali jika pemerintah berinisiatif membubarkan Ormas yang bertentangan dengan Pancasila, tapi seharusnya pemerintah mawas diri, apakah pemerintahannya sudah dijalankan sesuai dengan Pancasila atau belum?

Saya menilai 2 sila saja, sila ke1.
Di Indonesia masih banyak orang atheis bahkan dulu-dulu masih teridentifikasi terutama ex PKI, selama ini tidak ada program pemerintah yang mengendalikan  mereka, kecuali mau memaafkan mereka. Mungkin bisa dimaafkan, jika sudah menganut salah satu agama tertentu. Jadi seharusnya pemerintah mengadakan program yang diwajibkan kepada mereka untuk menggiring mereka agar menganut salah satu agama.
Sila ke 4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Demokrasi sekarang bertentangan dengan sila tersebut, maka itu harus disesuaikan, jika tidak, maka siapa yang harus dibubarkan???
Wallahu'alam


Semoga bermanfaat

Thursday 18 May 2017

BUBARKAN ORMAS yang mana ?

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.        ( Qs Ali Imran : 104 )

Jika ormas yang dibubarkan pemerintah itu merupakan kelompok “ yang menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar”  sehingga tidak ada lagi kelompok sejenis itu maka seluruh umat Islam Indonesi menanggung dosa, karena adanya kelompok tersebut merupakan pardu Kifayah.

Jika tidak ada kelompok “ yang menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar” sangat mungkin Alloh mengazab bangsa ini lebih kacau dari sekarang, karena kekacauan sekarangpun mungkin karena kelompok tersebut kurang besar, kurang kuat dan kurang keras. Misalnya belum memiliki kemampuan turut memberantas korupsi, belum mampu meyakinkan pemerintah manakala memberikan masukan bahwa ada aparat pemerintah yang berlaku salah, tidak adil, curang, dll. 

Jika pemerintah tidak peduli dengan ayat di atas, itu sama saja dengan meniadakan ayat tersebut, sama dengan menyembunyikan ayat, maka ancamannya;

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, ( Qs Al Baqarah : 159 )

Jika terjadi, lalu bagaimana ?, perbuatan itu setara dengan perbuatan yang digambarkan dalam ayat-ayat berikut,  


“ Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?,  Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?, Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?, Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan) “. ( QS Al Alaq: 9 – 19 )     

Bayangkan jika aparat pemerintahan sudah ditarik ubun-ubunnya, apakah pemerintahan akan dijalankan dengan rasio yang benar ?, jangan-jangan negara digadaikanpun tidak peduli, kaum pribumi di-Aborigin-kan pun tidak peduli.

Wallohu 'alam

Semoga bermanfaat

Thursday 30 March 2017

Ahok menista Islam?

Di youtube, Metro tv menayangkan keterangan para pakar yang berusaha melogikai perkataan Ahok menyangkut penodaan  terhadap Islam, begitu rumit berbelit-belit. Itu menandakan bahwa perkataan Ahok itu sulit dibela untuk dibenarkan, sudah tidak ada lagi logika untuk membenarkan Ahok dalam hal itu, saya kira orang Islam anak SMU tidak lulus UN saja akan mengerti, apa lagi MUI.


Mungkin kalimat pembelaan yang bisa diterima yaitu bahwa Ahok tidak ada maksud atau niatan menghina Islam atau ulama.


Itu bisa jadi benar tapi mungkin juga tidak


Tapi analisa dengan pendekatan psikologi,  kalaupun tidak ada maksud dan niat untuk menodai Islam, itu Ahok katakan karena ambisinya dan arogansinya. Mungkin Ahok pikir setelah orang-orang diberikan sesuatu ia akan aman mengatakan apa saja, ia tahu banget watak mayoritas bangsa Indonesia, sekalipun bergelar ulama.


Wallahu'alam
Semoga bermanfaat.

Wednesday 29 March 2017

BERMAZHAB haruskah ?

Mempelajari ISLAM dan hukum-hukumnya sebenarnya merupakan perkara yang rumit dan sulit, oleh karena itu para ulama berupaya keras untuk menyederhanakan pemahamannya, dan oleh karena itu pula umat Islam dan para ustadz mengharuskan agar mempelajari ISLAM itu berguru kepada para ulama dan bermazhab, dengan alasan agar mendapatkan ilmu yang sanadnya bersambung kepada Nabi. Bahkan sampai-sampai melarang mengambil kesimpulan atau menafsirkan sendiri Al Qur'an dan hadits yang dibacanya.

Berguru kepada ulama dan bermazhab tentunya langkah yang benar, karena pada dasarnya kita semua belajar kepada ulama dan bermazhab, akan tetapi bermazhab itu ada kiat-kiatnya agar tidak terjebak kepada taqlid dan aliran sesat. Kiatnya adalah bergurulah kepada lebih dari satu guru atau ulama dan pelajari perbedaan-2 paham para ulama ataupun para imam mazhab itu lalu kaji dengan referensi Al Qur'an dan hadits. Karena ciri dari ilmu yang sanadnya bersambung kepada Nabi adalah tidak terdapat pertentangan dengan ayat Al Qur'an ataupun dengan hadits sahih. Al Qur'an dan Hadits sahih adalah dua sumber ilmu yang disampaikan ulama dengan sanad bersambung kepada nabi. Jadi jangan menganggap bahwa ilmu yang kita dapatkan itu bersanad nyambung kepada nabi jika kita tidak tahu hadits sahih atau ayat Al Qur'an yang mana yang menjadi dasar ilmu tersebut.

Sementara melarang memahami sendiri Al Qur'an dan hadits adalah kekeliruan yang fatal, karena bertentangan dengan Al Qur'an dan hadits
Banyak ayat Al Qur'an yang mengisyaratkan agar mengambil pelajaran dari padanya, Al Qur'an adalah petunjuk, pelajaran, peringatan bagi manusia. Maka pelajari Al Qur'an dan hadits. Jika merasa mendapatkan pemahaman yang berbeda, diskusikan dan kaji agar perbedaan paham itu menjadi rahmat. Dengan demikian umat tidak dan jangan awam selamanya terhadap Islam.

Hadits riwayat Ali ra, ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Al Qur'an, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)

Kurang-lebih Maksudnya begini, di akhir zaman akan muncul kaum muda yang bodoh, tapi sok pintar dengan menggunakan kata-kata dari orang2 tokoh hebat dan terkenal ( bergelar ulama atau bukan ulama ) yang kata-kata nya bukan dari Al Qur'an dan hadits. Mereka membaca Al Qur'an hanya di mulut saja, tidak sampai ke hati dan pikirannya, sehingga tidak menyadari apabila kata2 tokoh hebat itu bertentangan dengan Al Qur'an  dan hadits dan akhirnya  menggelincirkannya keluar dari Islam.

Demi mencari kebenaran, saya coba komentari kata2 yang diambil dari blog berikut


Yang ngotot ke Al Qur’an dan Hadits tapi meninggalkan Jumhur Ulama, itu adalah Khawarij. Sesat.
Jadi kalau ada manusia akhir zaman yang cuma dapat sisa-sisa hadits yang jumlahnya kurang dari 100 ribu hadits mengaku sholatnya lebih mirip Nabi ketimbang para Imam Mazhab, ini bohong belaka.

Kalau ada yang modal Al Qur’an terjemahan dan Juz Amma saja tidak hafal tapi belagak jadi Mujtahid yang lebih hebat dari Imam Mazhab, ini ibarat katak hendak jadi lembu.

Pendapat saya begini;
Ketika ada yang mengemukakan ajaran menyangkut Al Qur'an  dan hadits sahih, jangan pandang bagaimana orangnya, karena perintah Alloh Swt. Jika dibacakan Al Qur'an maka diam dan perhatikan. Jadi silahkan perhatikan dan kaji, lalu komentari ajarannya apakah benar atau salah. Tentunya dengan argumen serta ayat Al Qur'an dan hadits yang jelas.
Perbedaan tata cara dan menentukan benar salahnya solat, tidak perlu  temuan  kajian ratusan atau ribuan hadits, temuan kajian satu hadits atau satu ayat Al Qur'an saja bisa merombak cara solat secara drastis.
Manakala ditemukan kekeliruan hasil idztihad seseorang maka itu tidak berarti mujtahid tersebut jadi terhina dan berdosa, beliau tetap tinggi derajatnya dan tetap berpahala disisi Alloh Swt. selama niat idztihadnya untuk mengungkap kebenaran Islam karena Alloh. Tapi orang yang mangikuti kesalahannya padahal ada potensi untuk mengkajinya, maka ia berdosa. 
Wallahu'alam.
Semoga bermanfaat.

Thursday 2 March 2017

ARTI SEBUAH NAMA



Suatu hari saya dikirimi istri tulisan iseng-iseng tentang perhitungan dan makna nama seseorang, yang mana tulisan tersebut merupakan hitungan penjumlahan nilai angka-angka hasil konversi dari setiap huruf nama-nama calon gubernur DKI yang kemudian jumlah setiap nama itu di akurkan dengan nomor surat dari Al Qur’an, kemudian direka-rekalah makna dari kata-kata tersebut.

Dengan iseng-iseng pula, saya coba menghitung nilai huruf nama saya sendiri. Orang tua memberi nama saya ENTIS SUTRISNA. Saya tidak tahu apakah beliau memperhitungkan dan memikirkan arti dan makna dari nama saya tersebut atau asal-asalan, akan tetapi kenyataannya nama saya ini secara langsung mengandung pengertian sebagai berikut ENTIS adalah nama panggilan biasa tanpa arti apa-apa, bukan ETNIS. Kemudian SUTRISNA mengandung arti SU artinya baik, TRISNA artinya cinta ( bahasa India ), jadi maknanya jelas, dan watak saya pun persis reperti itu, he.. he..he…kayaknya sih.
Sedangkan menurut hitungan penjumlahan angka konversi huruf dari nama saya tersebut hasilnya adalah:                       ENTIS     = E ( 5 ) + N ( 14 ) + T ( 20 ) + I ( 9 ) + S ( 19 ) = 67.
                SU          = S ( 19 ) + U ( 21 ) = 40
                TRISNA = T ( 20 ) + R ( 18 ) + l ( 9 ) + S ( 19 ) + N ( 14 ) + A ( 1 ) = 81
Dalam Al Qur’an, surat ke 67 adalah Al Mulk ( Kerajaan ), surat ke 40  adalah Al Mu'min ( orang beriman ), surat ke 81 adalah At Takwiir ( menggulung ). Jadi kalau mau mereka-reka maknanya adalah Kerajaan di mana orang-orang beriman menggulung.  Menggulung, barangkali berarti mengerumuni atau berkerumun dan melingkari.

Jangan berimajinasi terlalu jauh, yang membuat saya terkesan adalah hasrat yang ada di benak saya untuk menganjurkan agar umat Islam bersatu untuk mencapai kemenangan, ini kuat sekali, barangkali ini menunjukkan bahwa ada kalanya nama mencerminkan watak atau kondisi seseorang, jika Alloh SWT menghendaki.

Hasrat menganjurkan bersatunya umat Islam tersebut dapat dibaca di postingan yang lalu, yang mana saya pernah menganjurkan agar partai berbasis masa Islam bersatu. Tapi sayang tidak ada respon, apakah karena orang partai tidak ada yang baca atau memang ada kendala, atau dianggap tidak masalah?. Padahal sepertinya mempersatukan partai–partai islam tersebut mudah, semudah membalikkan telapak tangan, tapi tangan-tangan para pentolan partai. Jika para pimpinan partai setuju bersatu, ya akan bersatu. Konsepnya yaitu dengan memilih satu partai yang akan dipakai, sementara partai lainnya dugugurkan. Sementara porsi keanggotaan MPR /DPR dari partai masing-masing sekarang bisa dipakai sebagai kesepakatan prosentase keanggotaan MPR /DPR satu masa pemilihan kedepan, misalnya anggota MPR/DPR dari PKS sekarang 20 % dari keseluruhan gabungan partai Islam, maka pada hasil pemilihan nanti yang masih merasa kader-kader PKS mendapatkan jatah keanggotaan MPR/DPR  20% juga. Jangan berangan-angan kedepan  partai kami akan lebih besar dari partai Islam lainnya, sebab itu pasti bisikan syetan. Pemilu berikutnya tentunya sudah akan melebur. Ini hanya salah satu cara saja.

Jika tidak ada seorang pemimpin partaipun yang menggagas mempersatukan partai-partai berbasis umat Islam tersebut, maka ada tokoh-tokoh yang kiranya memiliki potensi untuk menggagasnya, yakni ketua FPI dan ketua MUI, Wallohu’alam. Jika para pemimpin partai tidak mau bersatu, maka ketua FPI atau ketua MUI dapat mencoba mengarahkan umat Islam untuk memilih partai yang memang bersedia mempersatukan Partainya, karena merekalah yang sesungguhnya partai Islam, wllohu’alam.

Selain konep tersebut, untuk menunjang hasrat saya menganjurkan agar umat Islam ini bersatu yaitu adanya keinginan saya untuk mencetak sebuah buku yang telah saya susun untuk kemudian saya kirimkan/bagikan ke setiap pesantren. Akan tetapi untuk hal tersebut diperlukan biaya yang cukup banyak yang saya sendiri tidak memiliki anggaran untuk itu. Jadi maksudnya jika ada yang  mau nyumbang biaya bisa coba hubungi email saya, he... he... he.

Adapun buku tersebut saya beri judul BAHAN DISKUSI AKHIRI PERBEDAAN PENDAPAT UMAT ISLAM yang isinya bermaksud menanamkan kesadaran bahwa selama ini umat islam telah dicerai beraikan oleh pendapat-pendapat. Dan mengajak umat untuk mengkaji ulang pemahaman ajaran Islam agar perbedaan pendapat yang kontradiksi dapat diakhiri, yang sebagian temanya suda ditampilkan di blog ini.

Daftar isi dari buku tersebut adalah:

1.        Taqlid dan Ijtihad
2.        Apakah perbedaan ( perselisihan ) paham itu rahmat atau sesat ? 
3.        Hati-hati dengan “ keyakinan “
4.        Golongan yang masuk surga dari 73 golongan
5.        Pembentukan Syi’ah dan Sunni
6.        Ormas Islam Indonesia
7.        Perbadaan tata cara beribadah 
8.        Batasan tentang Bid’ah 
9.        Tahlilan, antara ibadah dan bid’ah
10.         Membaca Al Qur’an bisa menjadi berdosa
11.         Mencermati perintah beribadah
12.         Wudlu mungkin salah satu perumpamaan
13.         Hal yang membatalkan wudlu 
14.         Koreksi kesempurnaan Shalat
15.         Bacaan-bacaan dalam Shalat 
16.         Bacaan Al Fatihah bagi ma’mum
17.          Batasan satu rakaat ketika masbuk dalam shalat berjamaah
18.         Makna-makna Al Fatihah 
19.          Bacaan Al Qur’an dalam Shalat
20.          Shalat Wustho

wallohu'alam

semoga bermanfaat

Monday 20 February 2017

Matahari digulung dan bumi dihamparkan



Membaca Al Qur’an dengan artinya dan memahaminya untuk mendapatkan pelajaran memang sudah seharusnya dilakukan, akan tetapi manakala mendapatkan suatu kalimat atau perumpamaan yang sulit dipahami dan sulit untuk diambil sebagai pelajaran bahkan terasa tidak masuk akal maka lewati saja dan tetap pada keyakinan bahwa itu dari Alloh Swt. dan yakini bahwa akal kita belum sampai untuk memahaminya, misalnya ayat berikut ini,

 “ Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya ” ( An Naazi’aat : 30 )

Memang wajar jika kemudian beranggapan bahwa bumi ini datar. Akan tetapi ilmu pengetahuan yang kita dapatkan telah membuktikan bahwa bumi ini bulat. Walau demikian jangan katakan bahwa Al Qur,an tidak masuk akal karena ayat tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan kekuasaan Alloh Swt. dengan batas kemampuan pandangan manusia. Bayangkan, bagaimana dampaknya jika ketika itu dikatakan bumi ini bulat, bagai mana masyarakat ketika itu bisa menerima keterangan yang diluar nalar dan fakta menurut kemampuan pandangannya yang begitu nyata, sementara itu sangat diharapkan masyarakat mempercayai kebenaran Al Qur’an, tentunya orang yang menentang Rosululloh Saw, sangat mudah melecehkan dan membantahnya.

Lain halnya dengan ayat berikut;

Apabila matahari digulung,” ( Qs At Takwir : 1 )

Arti secara umum dari kata digulung dapat dilihat dalam kamus besar bahasa Indonesia, ini kutipannya;
gu·lung n 1 benda yg berlembar-lembar atau berutas-utas yg dilipat menjadi berbentuk bulat; 2 kata penggolong untuk benda berlembar-lembar atau berutas yg dilipat menjadi bulat: tikar sebanyak lima --;
meng·gu·lung v 1 melipat benda berbentuk lembaran menjadi berbentuk bulat panjang atau pendek: nelayan itu ~ layar perahunya; 2 membelit-belit (tali, benang, dsb) pd kumparan (gelendong dsb): anak itu ~ benang layang-layang; 3 ki mendesak (mengejar) dan mengalahkan (menangkap dsb): polisi belum berhasil ~ kawanan perampok kelas kakap itu;

ketika menerangkan matahari, maka tidak ada kekhawatiran akan bertentangan atau tidak dengan nalar masyarakat waktu itu, sebab saat itu tidak ada manusia yang nalarnya sampai kepada pengetahuan tentang matahari sehingga tidak akan ada yang membantah pernyataan ayat tersebut.

Lalu sekarang, pengetahuan mengenai matahari, masyarakat umum sudah mengetahui bagaimana keberadaan matahari yang sesungguhnya menurut para peneliti.
Dan jika menafsirkan ayat tersebut dengan terjemahan kata yang sesuai dengan arti kata menurut kamus besar bahasa Indonesia tersebut, itu menimbulkan pemahaman yang menyalahi ilmu pengetahuan modern, karena ayat tersebut seolah-olah menginfor -masikan bahwa matahari itu berupa lembaran-lembaran yang dibentangkan yang kelak akan berakhir dengan cara digulung seperti menggulung kain, sehingga ada kekhawatiran penyesatan umat dengan logika science dan teknologi.

Sekarang mari kita coba alternatif pemahaman bahasa dengan paradigma lain di mana menurut pemahaman saya kata gulung ini memiliki makna filosofis atau definisi sebagai berikut; gulung adalah kondisi di mana saling mendekatnya sejumlah material secara teratur sehingga mengelilingi sebuah titik.
Dengan definisi demikian, maka yang bisa digulung itu bukan hanya material lembaran, akan tetapi bisa bermakna sebuah benda yang dikerumuni oleh material-material lain di sekelilingnya. 

Dengan definisi begitu maka penafsiran ayat tersebut berarti Apabila matahari dikerumuni material lain di sekelilingnya” ( Qs At Takwir : 1 ) ini menginformasikan bahwa pada akhirnya matahari itu akan digulung bintang-bintang yang selama ini menjadi planetnya, ini di sebutkan dengan ayat berikutnya,

 “ dan apabila bintang-bintang berjatuhan ” ( Qs At Takwir : 2 )

Jadi bintang-bintang tersebut berjatuhan ke matahari hingga akhirnya matahari digulung bintang-bintang yang berjatuhan kepadanya, bukan ke bumi, karena bumipun akhirnya akan jatuh padanya. 

Hal itu terjadi, karena selama ini semua planet yang beredar mengelilingi matahari adalah sebagai efek dari keseimbangan antara gaya tarik/ gravitasi inti matahari dengan gaya sentrifugal putarannya inti matahari. Di saat inti matahari berhenti berputar, atau kecepatan putar nya menurun hingga gaya gravitasi lebih besar daripada gaya sentrifugalnya dan itu pasti akan terjadi ( menurut pemahaman saya ), maka hilanglah gaya sentrifugalnya, dan tinggallah gaya tarik/ gaya gravitasi inti matahari  yang akan menarik semua material/ planetnya hingga menggulung inti matahari.

Wallohu'alam

semoga bermanfaat   

Sunday 12 February 2017

Sertifikasi Khatib


Jakarta (Pinmas) --- Kepala Pusat Informasi dan Humas (Pinmas) Kementerian Agama Mastuki memastikan bahwa info sertifikasi khatib yang viral melalui media sosial adalah berita bohong alias hoax. Penegasan ini disampaikan oleh Mastuki menyusul beredarnya informasi seputar hal teknis penyelenggaraan sertifikasi khatib.

Menurut Mastuki, Kementerian Agama tidak akan melakukan sertifikasi khatib. Kementerian Agama juga tidak akan mengintervensi materi khutbah. Merespon saran dan masukan dari masyarakat, Kementerian Agama sedang mempertimbangkan untuk melakukan standardisasi khatib Jumat.

Maksud dari standardisasi, kata Mastuki, adalah memberikan kriteria kualifikasi atau kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang khatib Jumat agar khutbah disampaikan oleh ahlinya, serta sesuai syarat dan rukunnya. Dalam praktiknya, standardisasi juga tidak akan dirumuskan Kementerian Agama karena hal itu menjadi domain ulama.

Jika terjadi ketentuan bahwa Khatib harus bersertfikat, maka akan terjadi pemisahan umat antara yang boleh berdakwah dan yang tidak boleh berdakwah, dengan batas kemampuan tertentu. Jika demikian apakah tidak bertentangan dengan keterangan berikut,

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa jika seseorang mengetahui, memahami, menganggap penting suatu ayat Al Qur’an atau pun hadits untuk diketahui umat, maka ia sudah harus menyampaikannya kepada umat. Apakah ia sendiri paham atau tidak dengan ayat tersebut. Jika ia paham silakan sambil menjelaskan berikut contoh-contoh pengamalannya. Jika ia tak paham maka sampaikan apa adanya ayat tersebut dengan tidak ditambah sedikitpun atau dikurangi. Jadi bisa saja seseorang membacakan beberapa ayat Al Qur’an atau beberapa hadits sahih beserta artinya kepada jamaah.

Kemudian aturan dakwah apapun rasanya tidak boleh ada larangan untuk menyampaikan salah satu ayat apapun kepada umat, coba perhatikan ayat berikut;

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati,( QS Al Baqarah : 159 )

Jadi seandainya dalam syarat sertifukasi itu dilarang menyampaikan Qs Al Maidah: 51 misalnya, maka itu berarti bertentangan dengan ayat tersebut di atas. Akan tetapi secara psikologis, demi sertifikat kemungkinan akan banyak ustadz menurutinya maka dengan demikian pula umat Islam akan mudah dikendalikan dan diadu domba dan di pecah-belah.

Wallohu’alam.


Semoga bermanfaat

Thursday 2 February 2017

PENODAAN terhadap bendera negara

Baru-baru ini ramai berita bahwa Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan pria berinisial NF sebagai tersangka penodaan bendera negara. NF ditangkap petugas di wilayah Jakarta Selatan pada Kamis (19/1/2017) malam. Dalam penangkapan, polisi turut menyita barang bukti berupa bendera Merah Putih bergambar lafaz Laa Illaaha Illallah dalam huruf Arab dan dua pedang, serta satu unit sepeda motor. Polisi memastikan NF berada di lokasi saat Front Pembela Islam (FPI) melakukan unjuk rasa di depan Mabes Polri pada Senin (16/1/2017). Namun tidak bisa memastikan NF adalah bagian dari organisasi pimpinan Rizieq Shihab itu.

Dengan peristiwa tersebut menimbulkan bermunculannya berberbagai tanggapan dan protes dari berbagai pihak, dari rakyat hingga wakil rakyat, sehingga muncul pula kritikan bahwa polisi tidak adil karena sebelumnya banyak orang mengibarkan bendera merah putih bergambar Metalica dll.tapi tidak ditangkap.
Tapi saya belum pernah mendapatkan penerangan, apakah hal tersebut benar-benar melanggar hukum atau tidak? Baru kali ini, setua ini, saya baru  mencari tahu aturan mengenai hal ini, saya yakin puluhan juta orang belum mengetahui aturan ini. Jadi kalau rakyat melanggar aturan yang tidak diketahuinya, yang salah siapaaa ?
Setelah saya mendapatkan Undang-undang mengenai bendera, rasanya perlu menyamakan persepsi atau pemahaman dalam menafsirkan Undang-undang tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.

Mari kita pahami dengan tegas bahwa bendera Negara Indonesia adalah merah putih.
Jika suatu hari ada orang membawa dan mengibarkan di motornya bendera putih merah apakah dianggap melecehkan bendera Indonesi ? saya kira tidak, karena dia memasang accessories di motornya bendera Polandia.
Kita tidak bisa mengatakan bahwa itu bendera Indonesi yang terbalik, jika si pemakai mengatakan bahwa itu bendera Polandia

.Untuk memahami lebih jauh mari kita lihat gambar berikut.

  
     Bendera Negara Indonesia 
        Bukan bendera Indonesia
     Bukan bendera Indonesia    
      Bukan bendera Indonesia    
                    
Maka dapat didefinisikan bahwa bendera merah putih yang dibalik atau yang ditambahi gambar atau bentuk tulisan teratur,  itu bukan  bendera Indonesia melainkan bendera Negara lain atau Panji suatu komunitas, orang atau organisasi tertentu, lihat UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 di bawah

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1……..
5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi.

Jadi, bendera Merah Putih bergambar lafaz Laa Illaaha Illallah dalam huruf Arab dan dua pedang, bergambar Metalica Dll. Yang dipermasalahkan itu adalah panji komunitas tertentu dari Indonesia, bukan bendera negara, yang tidak masalah menurut Undang-undang. Yang masalah adalah orang yang mempermasalahkannya karena jangan-jangan berarti ia telah melanggar Hak Azasi Manusia.

Namun, apabila ada orang yang memperlakukan panji-panji tersebut sebagai bendera Negara, yakni mengibarkannya di hari dan tempat-tempat yang ditentukan  oleh Negara atau undang-undang untuk menggunakan atau mengibarkan bendera Merah Putih, barulah ia terkena hukukum berikut ini;

Undang-undang Pasal 24 mengenai Larangan menyangkut Bendera Merah Putih

Setiap orang dilarang:
a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda   apapun pada Bendera Negara; dan
e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

Akan tetapi, jika dalam undang-undang tersebut terdapat kalimat “ dilarang membuat panji-panji dengan warna dasar bendera negara  atau  merah putih “ maka bendera-bendera tersebut terlarang untuk dinampakkan di mata umum

Wallohu’alam
Semoga bermanfaat.

Saturday 21 January 2017

FATWA MUI, hukum positif atau hukum negatif ?




Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya bersifat mengikat individu, bukan untuk dipaksakan kepada orang lain. Penerapan fatwa ini tidak boleh dipaksakan, apalagi sampai melakukan penegakan dengan melibatkan aparat, ormas, dan LSM.
"Fatwa MUI belum menjadi hukum positif, sehingga tidak bisa dipaksakan. Apakah fatwa bagus? Ya bagus sekali. Apakah penting? Penting sebagai bimbingan, akan tetapi penting maupun bagus tidak bisa menegakkan alat negara karena alat negara untuk menegakkan hukum itu hanya dengan hukum positif," ujar Mahfud.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang hukum menggunakan atribut non-muslim bagi umat Islam. Menanggapi hal tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan dirinya akan berkoordinasi dengan MUI agar saat mengeluarkan fatwa juga mempertimbangkan banyak hal.
"Saya akan koordinasi dengan MUI supaya dalam mengeluarkan fatwa tolong dipertimbangkan masalah toleransi, kebhinnekaan Indonesia itu," ujar Tito usai mengisi acara di Universitas Negeri Jakarta, Senin (19/12/2016).
Dia pun mengimbau kepada ormas-ormas agar memahami bahwa fatwa MUI bukanlah hukum positif di Indonesia. Untuk itu, dirinya pun meminta agar MUI jika ingin melakukan sosialisasi secara baik-baik.

Saya menilai bahwa pernyataan-pernyataan tersebut terasa melemahkan Fatwa-fatwa MUI, kurang  jelas, apakah ini faktor sengaja atau tidak sengaja, punya maksud dan tujuan tertentu atau tidak, mari kita cermati bersama.
Pandangan saya begini.
Mayoritas bangsa ini adalah muslim.
MUI adalah rujukan paham umat Islam.
Melaksanakan ajaran setiap agama adalah Hak Azasi yang diatur dengan Undang-undang.
Manakala MUI memfatwakan “ Haram bagi umat Islam menggunakan atribut Natal.” misalnya. Maka mengamalkan fatwa tersebut menjadi Hah Azasi bagi setiap individu umat Islam. Sehingga individu lain, muslim atau non muslim harus menghormatinya, dan tentunya tidak boleh menyuruh seorang muslim untuk melanggar fatwa tersebut. Dengan demikian selayaknya fatwa tersebut diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia karena seluruh bangsa Indonesia tidak boleh melanggar Hak Azasi Manusia.

a. Pasal 28J UUD 45.

1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Instrumen ini ditetapkan pada  tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan MPR tersebut disebutkan antara lain :

1) Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.

2) Menugaskan kepada Presiden dan DPR untuk meratifikasi (mengesahkan) berbagai instrumen hak asasi manusia internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan DUD 1945

3) Membina kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara untuk menghormati, menegakkan hak dan menyebarluaskan hak asasi manusia melalui gerakan kemasyarakatan.

4) Melaksanakan penyuluhan, pengkajian, pemantauan dan penelitian serta menyediakan media tentang hak asasi manusia yang ditetapkan dengan undang-undang. dst

Maka, bukankah berarti bahwa fatwa MUI tersebut merupakan hukum positif yang mengikat kepada seluruh bangsa Indonesia jika demikian?

Jika ada orang atau lembaga yang menegakkan atau mengawal fatwa MUI dengan sweeping ke super market misalnya, apakah itu dilarang ?.

Kiranya jika sweeping itu hanya menganjurkan kepada pemilik toko yang non muslim, dengan cara-cara yang santun, agar tidak menyuruh karyawannya yang muslim untuk memakai atribut natal, itu adalah termasuk amar ma’ruf nahi munkar. Maka, umat Islam yang manakah yang melarang umat Islam lain untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar?.

Wallohu'alam
Semoga bermanfaat.