Tuesday 17 September 2024

Penafsiran QS Al Waaqiah : 77 - 80

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ,
 ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ 

اِنَّهٗ لَـقُرۡاٰنٌ كَرِيۡمٌۙ‏ ٧٧
sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, ( Al Waaqi’ah : 77 )

فِىۡ كِتٰبٍ مَّكۡنُوۡنٍۙ‏ ٧٨
pada kitab yang terpelihara (Lauhul mahfuz), ( Al Waaqi’ah : 78 )

لَّا يَمَسُّهٗۤ اِلَّا الۡمُطَهَّرُوۡنَؕ‏ ٧٩
tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan ( Al Waaqi’ah : 79 )

تَنۡزِيۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِيۡنَ‏ ٨٠
Diturunkan dari Tuhan semesta alam. ( Al Waaqi’ah : 80 )

Rangkaian kalimat-kalimat dari ayat-ayat QS Al Waaqi’ah di atas ini cukup rumit dipahami sehingga para ulamapun dalam menafsirkannya berbeda-beda.

Pertama , di ayat 77 dan 78 dikatakan bahwa Al Qur’an itu tersimpan dalam “kitab yang terpelihara” padahal Ketika jaman Nabi Saw. Al Qur’an belum berupa kitab, sehingga ditafsirkanlah di (Lauhul mahfuz), padahal di ayat 80 dikatakan “Diturunkan dari Tuhan semesta alam.” Berarti sudah berada di sisi Nabi Muhammad Saw. ( karena kalimat-kalimatnya seolah-olah Al Qur’an itu sudah diturunkan secara komplit kepada Rosululloh Saw )


Kedua, di ayat 79 dinyatakan “tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” Inipun ditafsirkan bermacam-macam oleh para ulama.
Dalam keadaan seperti ini penulis merasa mendapatkan tantangan untuk turut mencoba menafsir kanya.

Penafsiran penulis begini;
Ayat 77 dikatakan bacaan yang sangat mulia, karena Al Qur’an sangat berfaedah bagi kehidupan manusia secara lahir, bathin, dunia dan akhirat, dan terjaga kemurniannya.

Ayat 78 mengisyaratkan bahwa Al Qur’an bakal menjadi berupa kitab dan terpelihara kemurniannya, sementara ayat-ayat tersebut akan jadi pedoman dan dibaca manusia sepanjang masa, sehingga kini hal itu terbukti menjadi suatu kalimat yang nyata, Al Qur’an sebagai pedoman Islam dalam kitab dan terpelihara kemurniannya hingga kini.

Ayat 79; “tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan “. Di sini disebutkan tidak menyentuhnya bukan tidak boleh menyentuh. Yang disucikan, bukan yang bersuci ( berwudlu ).
Maka penulis menafsirkan, hanya hamba-hamba yang Alloh sucikan yang bisa menyentuhnya (secara qolbiyah), maksudnya hamba Alloh yang disucikan itu akan berhasrat, mudah membaca dan mudah memahami, dan merasakan harus mengamalkan Al Qur’an. Lalu bagaimana Alloh mensucikan hambanya ?. Setidaknya, Alloh akan jaga hambanya dari melakukan dosa besar, sementara dosa-dosa kecil akan terhapus dengan solat 5 waktu, solat Jum’at, puasa ramadhan, dzikir, dll.  

Dapat penulis rasakan, seandainya penulis pernah berzina, rasanya tidak akan muncul Hasrat untuk mengkaji ulang kejanggalan-kejanggalan ajaran Islam. Sementara itu penulis pernah berada di suatu posisi, situasi dan kondisi 2 atau 3 langkah menuju zina tapi itu tidak terjadi, dan dapat penulis rasakan bahwa itu bukan kuasa atau kemampuan penulis menghindarinya. 
Wallohu’alam
Semoga bermanfaat