Dalam sebuah acara talk show di TV One yang menampilkan
debat para calon anggota dewan pemilihan 2014 terungkap bahwa mantan anggota
dawan yang menjabat penuh satu masa jabatan sebagai anggota dewan ( lima tahun
) ia mendapat uang pensiun, bahkan diceritakan pula bahwa yang diberhentikan
ditengah jalan karena tersangkut kasus korupsipun masih mendapat uang pensiun.
Luar biasa ternyata dan cukup mengagetkan.
Diantara peserta debat tersebut Pak Akbar Faisal menyatakan
bahwa beliau tidak setuju dengan pemberian uang pesangon tersebut walaupun
menjabat penuh satu masa jabatan sebagai anggota dewan. Saya sangat setuju, bahkan turut mengusulkan
agar peraturan tersebut direvisi.
Siapapun yang membuat peraturan tersebut saya kira kurang
bijaksana, karena beberapa waktu yang lalu pemerintah pernah mengemukakan
wacana agar PNS tidak mendapat uang pensiun dan diganti dengan uang pesangon
karena membebani keuangan Negara.
Bayangkan, PNS yang gajinya tidak seberapa, sudah bekerja
puluhan tahun, uang pensiun tidak seberapa, pemerintah sudah merasa terbebani. Sementara
anggota dewan baru bekerja lima tahun, gajinya yang se-beberapa, di mana mungkin
sebagian anggota kerjanya hanya nonton sidang temannya, atau ngantuk, atau
hanya jadi penambah suara vooting, bahkan mungkin juga melakukan bancakan uang
anggaran Negara, lalu setelah selesai masa jabatannya ( 5 tahun ) mereka mendapat
uang pensiun, luar biasa bukan ?. padahal bisa jadi pergantian anggota dewan
tersebut jumlahnya banyak untuk tiap periodenya, apakah tidak memberatkan
keuangan Negara ?.
Saya memperkirakan bahwa keluar biasaan ini menimbulkan
beberapa dampak buruk. Sangat mungkin hal tersebut yang memicu keberanian atau
kenekatan seorang calon anggota dewan mengeluarkan dana kampanye yang begitu
besar, memicu keberanian atau kenekatan
seseorang mendaftarkan menjadi calon anggota dewan tanpa ilmu yang mapan,
melaksanakan tugas asal-asalan, dll.
Mungkin akan berdampak lebih baik jika uang pensiun hanya
diberikan kepada anggota dewan yang telah mengemban tugas minimal selama 3
periode, itupun setiap periodenya harus ada penilaian kinerja dari pihak-pihak
yang mengetahui perilaku dan kinerja anggota dewan bersangkutan, bahkan
dikenakan black list kepada anggota dewan yang perilaku dan kinerjanya buruk
sehingga tidak boleh dicalonkan kembali sebagai anggota dewan periode
berikutnya.
Saya kira dalam setiap pembuatan aturan harus selalu ada
persetujuan dari pihak yang bersifat kontrol, jika pemerintah membuat aturan
untuk rakyat maka harus disetujui oleh wakil rakyat, jika wakil rakyat membuat
aturan untuk dirinya sendiri maka yang harus menyetujui adalah rakyat ( perwakilan rakyat non anggota dewan ). Jika
pemerintah membuat aturan untuk MPR/ DPR lalu meminta persetujuan MPR / DPR itu
tidak bagus karena bisa dimanfaatkan menjadi bahan tawar menawar untuk saling menguntungkan.
Dengan IT persetujuan rakyat sangat mungkin dilaksanakan,
dengan ini pula saya usul untuk direvisi. Saya harap banyak pihak turut menyuarakan usulan ini, jika memang diperkirakan akan memperbaiki keadaan bangsa kedepan. amin.
Wallohu alam.
No comments:
Post a Comment