Perbedaan pendapat dalam memahami ajaran Islam telah terjadi sejak jaman para sahabat nabi Muhammad Saw., mungkin karena informasi yang diterima mereka dari nabi Muhammad Saw. berbeda-beda redaksinya walaupun untuk topik yang sama. Kemungkinan lainnya bisa jadi karena
daya nalar dari setiap sahabat yang berbeda-beda. Sementara itu ada
kecenderungan bahwa Nabi Saw. Selalu menyampaikan risalah dengan
kalimat-kalimat yang tidak mudah dicerna, atau perlu pemikiran untuk mengetahui-maknanya. Mungkin maksudnya agar umatnya terbiasa berpikir mengenai ajarannya sehingga menjadi keadilan sepanjang masa bahwa semua umat ada kesempatan berijtihad jika mau mendapatkan petunjuk yang benar. dan itu terbukti, Maka pantaslah jika perbedaan pendapat masih
terjadi saat ini.
Di antara kita, umat
Islam Indonesia, perbedaan pendapat masih tetap ada. Hal ini dikarenakan
beberapa faktor, diantaranya Taqlid. Hingga kini pendapat dalam hal pemahaman
Islam hampir-hampir berakhir dan terpusat pada 4 imam, sehingga dari perbedaan
pendapat para imam tersebut banyak ulama hanya menganjurkan untuk memilih salah
satu pendapat di antaranya. Faktor lainnya karena memang ada pertentangan yang
belum terpecahkan masalahnya, tapi pembahasan atau ijtihad seolah telah
berhenti.
Ijtihad dan
taqlid kiranya merupakan dua kata yang menentukan berubah tidaknya keberadaan
keilmuan dan amal ibadah umat islam. Sementara itu kedua sikap tersebut akan
mendapatkan balasan yang sangat berbeda di sisi Alloh Swt .
Beramal dengan ilmu hasil
Ijtihad yang benar akan mendapat pahala 2, sedangkan Beramal dengan ilmu hasil Ijtihad
yang salah akan mendapat pahala 1, maka orang berijtihad itu sangat aman dari
ancaman dosa. Sementara beramal dengan ilmu hasil taqlid jika ilmu yang diikutinya benar
akan mendapatkan pahala 1 sedangkan jika ilmu yang diikutinya salah maka dosanya
adalah setiap ibadah yang dilakukannya yang salah dan kebodohannya yang asal mengikuti
ilmu tanpa dipikir terlebih dahulu, artinya dosanya 2.
Dari
‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara,
lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu
perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala” (Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari 13/268 dan Muslim no. 1716)
Ijtihad dapat dilakukan
di berbagai tingkatan pengetahuan. Ijtihad tingkat akhir yang paling mudah
adalah ketika kita harus memilih satu dari dua atau lebih ilmu atau keterangan
yang berbeda. Jika tidak melakukan ijtihad pada kondisi demikian maka kita
terancam resiko kesesatan yang diancam 2 dosa. Contoh dari orang-orang yang
berlipat-lipat dosanya itu adalah mereka pengikut aliran sesat. Akan tetapi
tidak mustahil sebagian dari ilmu kita pun sesat, namun jangan khawatir jika
itu hasil ijtihad. Wallohu ‘alam.
Ini adalah sebagian ucapan
Imam Asy Syafi’i :
“ Tidak ada seorang pun,
kecuali dia harus bermadzhab dengan Sunah Rosululloh Saw.dan menyendiri
dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu
asal di dalamnya dari Rosululloh Saw. yang bertentangan dengan ucapanku. Maka
peganglah sabda Rosululloh Saw. inilah ucapan ku. “
“ Kaum muslimin telah
sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rosululloh Saw.
maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan
seseorang.”
No comments:
Post a Comment