BATASAN BID"AH
Perbedaan paham yang sangat mencolok dan sangat prinsip diantara kelompok-kelompok Islam yang sering mengemuka di lingkungan kita adalah mengenai hal-hal bid’ah dan pemahamannya. Ada kelompok islam yang begitu hati-hatinya untuk menghindari perbuatan bid’ah, dan ada pula kelompok yang tidak begitu memperhatikanya, bahkan cenderung tidak mengenal kata bid’ah .
Perbuatan bid’ah memang harus dihindari sebab dari beberapa riwayat, Rosululloh Saw sangat tegas menyuruh kepada umat untuk tidak melakukan perbuatan bid’ah, kita lihat keterangan berikut:
Dari Jabir bin Abdillah , ia berkata:
“ Adalah Rosululloh Saw. manakala berpidato/ khutbah , merah kedua bola matanya, lantang suaranya-nampaknya marah – seolah-olah ia sedang menyiagakan pasukan tentara, beliau bersabda: “ Amma ba’du ( ingatlah ! ) sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Alloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek urusan adalah perbuatan bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat.” ( HR Muslim )
Dengan merujuk keterangan tersebut di atas, jelas sekali bahwa kita memang harus menghidarkan diri dari melakukan perbuatan bid’ah, karena jika melakukan perbuatan bid’ah maka berarti kita telah menempuh jalan yang sesat. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah perbuatan-perbuatan seperti apakah bid’ah itu ?. Pertanyaan ini patut dikemukakan mengingat karena terlalu berhati-hati menghindari dari melakukan perbuatan bid’ah (menurut paham salah satu kelompok Islam ) maka hal-hal yang bersifat do’a kepada Alloh pun jadi dilarang karena dikatagorikan sebagai perbuatan bid’ah, misalnya berkunut di shalat shubuh, shalat tarawih yang lebih banyak dari 11 rakaat, sebagian shalat sunnah ba’da atau qobla shalat wajib yang biasa dilakukan suatu kelompok tertentu, dll. dengan alasan tidak dicontohkan oleh Rosululloh Saw., bahkan beda bacaan shalat sedikitpun dikatakannya sebagai bid’ah. Apakah itu benar ?.
Adapun definisi atau pengertian bid’ah yang dipahami dan dijadikan pedoman oleh salah satu kelompok islam tersebut adalah sebagai berukut;
1. Menurut_Imam_Al-Syathibi: Bid’ah adalah gambaran satu perjalanan dalam agama yang diada-adakan, yang menyerupai syara, dimaksudkan dengan itu supaya bersungguh-sunguh berbakti kepada Alloh Swt.
2. Bid’ah adalah urusan yang diada-adakan dalam agama, baik berupa aqidah, ibadah, atau cara ibadah yang tidak terjadi di zaman Rosululloh Saw.
3. Bid’ah adalah hal-hal yang baru dalam agama setelah mana agama itu sempurna. Atau bid’ah itu, apa-apa yang diada-adakan setelah Rosul tiada, baik berupa aturan maupun perbuatan.
Dengan definisi-definisi tersebut di atas maka timbullah paham bahwa segala sesuatu praktek peribadatan yang tidak ditemukan haditsnya atau tidak pernah dilakukan Rosululloh maka itu adalah bid’ah.
Sebagai bahan perbandingan mari kita lihat riwayat-riwayat berikut.
Dari Rifa’ah bin Rafi, ia berkata, pada suatu hari kami shalat di belakang Rosululloh Saw, maka ketika ia ( Rosululloh Saw ) mengangkat kepalanya dari ruku’ ia mengucapkan sami’allohu liman hamidah maka seorang laki-laki di belakangnya mengucapkan “ Robbana lakal hamdu..... “ yang artinya “ya Tuhan kami bagimulah segala puji-pujian yang sebanyak-banyaknya, penuh berkah di dalamnya “. Maka ketika Rosululloh selesai ( shalatnya ) ia bertanya, “ siapa yang mengatakan bacaan tadi ?”. Maka seorang laki-laki tadi menjawab, “ saya wahai Rosululloh “ maka bersabda Rosululloh Saw. “ sungguh aku telah melihat lebih tiga puluh malaikat, mereka saling berebut siapa di antara mereka yang paling dahulu menuliskannya. ( HR Ahmad dan Bukhari )
Pada hadits di atas dikatakan bahwa ketika Rosululloh Saw. selesai ( shalatnya ) beliau bertanya, siapa yang yang mengatakan bacaan tadi. Ini menunjukkan bahwa apapun yang dilakukan oleh seorang laki-laki saat itu adalah hal asing bagi kabiasaan Rosululloh dan umatnya, akan tetapi Rosululloh tidak mengatakan bahwa hal demikian itu bid’ah.
Hadits lain: Dari Abi Sa’id Al Khudri, ia berkata, telah bepergian dua orang laki-laki, maka tiba waktu shalat sedangkan mereka tidak membawa air, mereka bertayamum dengan tanah yang baik kemudian keduanya shalat, lalu mereka mendapatkan air ( masih dalam waktu shalat ). Salah seorang di antara keduanya mengulangi shalat dan berwudlu ( lebih dahulu ), sedangkan yang seorang lagi tidak mengulangnya. Kemudian keduanya datang kepada Rosululloh Saw. seraya menceritakan hal tersebut kepadanya ( Rosul ). Rosul berkata kepada orang yang tidak mengulang ( shalat ) ” Kamu telah cocok dengan sunnah dan cukup bagimu shalatmu “, selanjutnya Rosul bersabda kepada yang lainnya. “ Bagimu ganjaran dua kali lipat “. ( HR Abu Daud )
Pada hadits tersebut dikatakan bahwa yang tidak mengulang shalat dengan berwudlu adalah sudah sesuai dengan sunnah dan cukup. Akan tetapi kepada yang mengulang shalat dengan berwudlu yang tidak sesuai dengan sunnah Rosululloh Saw.( berlebih ) beliau tidak mengatakan bahwa itu bid’ah malah sebaliknya beliau mengatakan bahwa pahalanya dua kali lipat. Karena bagaimanapun orang yang mengulang shalat tersebut memiliki semangat dan ketaatan yang lebih kepada Alloh Swt. dan telah berdo’a ( dengan shalatnya ) yang lebih pula dibandingkan yang tidak mengulang shalat tersebut.
Lihat juga hadits berikut:
Dan pernah seorang laki-laki dari kaum Anshar mengimami mereka di mesjid Quba’ setiap kali ia membuka suatu surat yang dibacanya ( setelah Al Fatihah ) maka ia membukanya dengan Qul Huwallohu Ahad hingga selesai, kemudian membaca surat lain bersamanya. Demikianlah ia melakukan hal itu dalam setiap rakaat. Kemudian para sahabatnya berkata kepadanya,” Sesungguhnya engkau membukanya dengan surat ini lalu engkau menganggap bahwa ia tidak mencukupimu sehingga engkau membaca surat lain, maka ( pilihlah ) apakah engkau membacanya ataukah engkau meninggalkannya dan membaca yang lain”. Laki-laki itu berkata,” Aku tidak akan meninggalkannya, jika kamu sekalian menyukai aku untuk mengimami kamu dengan itu maka aku lakukan, tapi jika kamu benci niscaya aku akan meninggalkan kamu”. Mereka telah menganggapnya sebagai orang yang paling utama di antara mereka dan mereka tidak menyukai apabila orang lain selain ia mengimami mereka. Kemudian tatkala Nabi Saw. datang kepada mereka, mereka mengabarkan kabar itu kepada beliau. Beliau bersabda,” Hai fulan, apa yang melarangmu untuk tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh sahabat-sahabatmu ? Dan apa yang membawamu untuk membiasakan membaca surat ini di dalam setiap rakaat ?. Laki-laki itu berkata,” Sesungguhnya aku menyukainya”. Beliau bersabda,” Kesukaanmu kepadanya akan memasukkan engkau ke dalam surga”. ( Al Bukhari secara mualaq dan Turmudzi secara maushil, dishahihkan oleh Turmudzi )
Pada hadits tersebut seorang imam itu nampak membuat kebiasaan sendiri yang seolah-olah merupakan suatu ketetapan, lalu kemudian para saha- batnya seolah-olah membid’ahkannya karena tidak sama dengan kebiasaan Rosululloh, akan tetapi ternyata Rosululloh Saw. sendiri tidak membid’ahkannya, bahkan sebaliknya beliau menjaminnya masuk surga. Seandainya imam tersebut mengikuti larangan sahabatnya dalam melakukan kebiasaannya itu maka peluang atau jaminan masuk surga menjadi berkurang. Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita ambil sebagai pelajaran agar tidak sembarangan menilai bid’ah do’a-do’a, atau shalat-shalat, atau perbuatan-perbuatan orang yang dianggap tidak ada contoh Rosululloh Saw.( sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab kumpulan hadits ), sebelum benar-benar meneliti masalahnya.
Sebagai bahan koreksi, selain sebagian riwayat-riwayat tersebut di atas, maka lihat pula sabda Rosululloh Saw. tentang bid’ah tersebut :
a. Dari Abu Bakar Shiddiq ra. Ia berkata:
Rosul bersabda bahwa iblis berkata,” Aku membinasakan manusia dengan dosa, mereka membinasakanku dengan istighfar. Ketika aku melihat hal itu, aku binasakan mereka dengan keinginan melakukan pekerjaan bid’ah, agar mereka mengira mereka mendapat petunjuk yang benar, maka akibatnya mereka tidak memohon ampunan kepada Alloh”. ( HR Ibnu Abi Ashim ).
b “ Bacalah Al Qur’an di dalam setiap bulan “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam dua puluh malam “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam tujuh malam dan jangan lebih sedikit dari pada itu“. ( HR Bukhari & Muslim ).
Berikutnya hadits lain dengan sabdanya masih kepada Ibnu Amr:
c.“ Barang siapa yang membaca ( seluruh ) Al Qur’an lebih sedikit dari pada tiga malam maka ia belum memahaminya “( HR Ahmad dengan sanad yang shahih ).
Kita lihat sabda Rosululloh Saw. kepada Ibnu Amr yang memiliki semangat yang kuat dan waktu luang untuk membaca Al Qur’an dengan cepat-cepat tapi tidak memperlihatkan minat untuk memahami isinya;
d. “ Sesungguhnya setiap hamba itu mempunyai semangat yang kuat, dan setiap semangat yang kuat itu mempunyai waktu senggang, baik kepada sunnah maupun kepada bid’ah. Barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada sunnah maka sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada selain itu , maka sesungguhnya ia telah hancur. ( HR Ahmad dan Ibnu Hibban di dalam shahih Ibnu Hibban )
Pada hadits ( a ) dapat dipahami bahwa definisi bid’ah adalah suatu perbuatan yang seperti petunjuk yang benar ( seperti shalat, baca bacaan ayat atau do’a, dll ) tetapi akibatnya yang melakukan hal tersebut tidak memohon ampunan kepada Alloh Swt, atau tidak mohon apa-apa kepada Alloh Swt. Hal ini bisa terjadi kepada orang yang melakukan Shalat, membaca do’a-do’a, atau melakukan sejenis ritual yang mereka merasa melakukan bakti atau ibadah kepada Alloh Swt, tapi hati dan pikirannya tidak konsentrasi atau lalai dari apa yang mereka ucapkan atau yang mereka lakukan sehingga maksud dan tujuan yang mereka lakukan tersebut menjadi tidak jelas, kata yang diucapkan ada mohon ampunan kepada Alloh tapi hati dan pikirannya tidak menyadarinya, kata yang diucapkan ada mohon petunjuk kepada Alloh tapi hati dan pikirannya tidak menyadarinya, kata yang diucapkan ada mohon rizki tapi hati dan pikirannya tidak merasakannya/ tidak mengharapkannya, Alloh Swt yang mengetahui hati dan pikiran manusia waktu itu mungkin tidak akan merasa dimohon apa-apa karena kata-kata yang diucapkan tidak dengan sungguh-sungguh, demikian halnya dengan orang memohon keselamatan tapi yang dilakukan melempar ayam ke laut misalnya maka maksud dan tujuannya menjadi tidak jelas. Demikian pula halnya dengan rentetan hadits-hadits ( b, c dan d ) pengertian bid’ah yang diungkapkan Rosululloh Saw semakna dengan hadits ( a ) tersebut di atas yakni semangat yang kuat untuk membaca Al Qur’an ( seperti melakukan petunjuk yang benar ) tetapi tidak untuk memahami isinya, akibatnya tidak mengharapkan petunjuk dari Alloh Swt, padahal Al Qur'an adalah petunjuk dari Alloh Swt bagi manusia wallohu a’lam.
Demikianlah bahasan yang dapat disajikan sekedar untuk merangsang umat agar selalu mau berpikir untuk mengkaji ulang ajaran Islam baik secara individu maupun kelompok sehingga timbul keyakinan yang hakiki dalam kalbu atau ditemukan ajaran Islam yang haq menurut Al Qur’an dan Sunnah, dan akhirnya tidak terdapat lagi pertentangan di antara umat Islam, Amin.
No comments:
Post a Comment