Pada hari
minggu tgi 3-8-2014 kebetulan penulis sempat memperhatikan ceramah islam di salah satu
siaran Televisi, di mana dalam kesempatan tersebut penceramah mengungkapkan
bahwa telah beredar suatu pemahaman baru bahwa membaca Al Qur’an dengan tidak
mengerti apa yang dibacanya merupakan
amalan yang percuma, atau tidak bermanfaat, kira-kira begitu. Dan beliau
berkomentar bahwa itu tidak benar, dan menyebut-nyebut dengan nada humor
seolah-olah paham tersebut di munculkan oleh nabi baru, sehingga menimbulkan
kesan bahwa pemahaman tersebut sudah pasti sesatnya, sayang sekali, kenapa tidak
menganjurkan agar umat membandingkan paham ini dasarnya apa, dan paham itu
dasarnya apa, walaupun beliau berhak menjelaskan pahamnya sejelas-jelasnya.
Bahkan ( mohon maaf ) se-jenius apapun ulama
ada baiknya ia mempelajari terlebih dahulu setiap paham baru yang muncul
sebelum menolaknya dan memfatwakannya, tapi penulis kira penceramah tersebut
sudah melakukannya, dan mungkin saja paham baru tersebut memang salah. Tapi
agar perbedaan tersebut menjadi rahmat, penulis coba untuk turut mambahas
kembali mengenai dasar keterangan yang beliau pakai sebagai bahan penolakan
paham baru tersebut.
Adapun keterangan
yang beliau ungkapkan sebagai dasar penolakan terhadap paham yang dianggap baru
tersebut adalah sebuah hadits berikut,
“ Barang siapa yang membaca satu
huruf dari kitab Alloh, maka ia telah
mendapatkan satu kebaikan dengannya. Dan kebaikan itu dibalas dengan sepuluh
yang semisalnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif - Laam- Miim itu satu huruf,
tetapi aku mengatakan bahwa Alif itu satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu
huruf. “ ( Turmudzi
dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih ).
Beliau
berargumentasi bahwa dengan keterangan
tersebut berarti membaca Al Qur’an tetap mendapat pahala/ kebaikan walaupun
tidak mengerti apa yang dibacanya karena tidak ada orang yang mengerti arti
dari huruf Alif - Laam- Miim tersebut.
Sementara keterangan
yang mengharuskan mengerti apa-apa yang dibaca dari Al Qur’an agar Al Qur’an
menjadi kitab yang bermanfaat adalah sbb;
“ Demikianlah kami
wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan
kepada Umul Quro ( penduduk-penduduk mekah ) dan penduduk negeri- negeri
sekelilingnya “. ( Qs Asy Syuura: 7 )
“Sesungguhnya Kami
menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).( QS Az
Zuukhruf : 3 )
“ Sesungguhnya kami
mudahkan Al Qur’an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran “ ( QS Ad Dukhaan : 58 )
Agar Al Qur’an
menjadi peringatan atau menjadi pelajaran dan dipahami maka mutlak harus
mengerti ketika membacanya.
Rosululloh Saw
menyuruh kepada umatnya agar membaca Al Qur’an itu harus dapat dipahami isinya
sebagaimana diungkapkan pada hadits-hadits brikut ini :
“ Bacalah Al Qur’an di dalam setiap
bulan “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengataklan bahwa aku mempunyai kekuatan “
Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam dua puluh malam “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku
mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam tujuh
malam dan jangan lebih sedikit dari pada itu“. ( HR Bukhari & Muslim ).
Berikutnya hadits lain dengan sabdanya
kepada Ibnu Amr:
“ Barang siapa yang membaca ( seluruh )
Al Qur’an lebih sedikit dari pada tiga malam maka ia belum memahaminya
“( HR Ahmad dengan sanad yang shahih ).
Dari keterangan-keterangan tersebut di
atas mengisyaratkan bahwa membaca Al Qur’an itu jangan terlalu cepat sehingga
tidak memahami isinya. Bagi muslim Indonesia yang tidak mengerti bahasa Arab,
walaupun membaca dengan tartil dan bahkan dibaguskan suaranya maka kondisinya
akan tidak jauh berbeda, bahkan mungkin lebih parah dibandingkan dengan kondisi Ibnu Amr, yakni tidak mengerti sama sekali
apa yang dibacanya, apakah Al Qur’an
akan menjadi peringatan atau menjadi pelajaran jika demikian?.
Kita lihat sabda Rosululloh Saw kepada
Ibnu Amr yang memiliki semangat dan waktu luang untuk membaca Al Qur’an dengan
cepat-cepat tapi tidak memperlihatkan minat untuk memahami isinya;
“ Sesungguhnya setiap hamba itu mempunyai
semangat yang kuat, dan setiap semangat yang kuat itu mempunyai waktu senggang,
baik kepada sunnah maupun kepada bid’ah. Barang siapa yang senggangnya itu (
menuju ) kepada sunnah maka sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk, dan
barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada selain itu , maka
sesungguhnya ia telah hancur. ( HR Ahmad dan Ibnu Hibban di dalam shahih Ibnu
Hibban )
Penulis kira dalam
menentukan sebuah hukum jangan hanya merujuk kepada tafsiran dari satu keterangan saja, sementara beberapa
keterangan yang jelas malah diabaikan. Dengan memandang semua keterangan di
atas, maka pemahaman penulis adalah sebagai berikut;
Hadits Turmudzi dan Ibnu Majah tersebut
merupakan ilustrasi perhitungan imbalan Alloh Swt kepada orang yang membaca Al Qur’an
dengan niat dan semangat mendapatkan petunjuk sebagaimana tercantum dalam
Fatihatul Kitab “ Tunjukilah kami
jalan yang lurus “.
Jika dikatakan bahwa tidak ada orang
yang tahu artinya dari susunan huruf Alif - Laam- Miim nampaknya ini perlu
pengkajian lebih jauh. Menurut pemikiran penulis jika Alloh Swt tidak
menerangkan arti dari susunan huruf tersebut apakah dalam Al Qur’an atau oleh
Rosululloh Saw, maka berarti susunan huruf tersebut memang tidak ada artinya,
maka janganlah kemudian mereka-reka susunan
huruf Alif - Laam - Miim tersebut menjadi sebuah arti tertentu. Jadi
tidak bisa dikatakan tidak tahu artinya jika memang itu tidak ada artinya.
Sementara
ini ( sebelum penulis menemukan keterangan dari Al Qur’an atau dari hadits ) penulis
berpendapat dan berimajinasi bahwa susunan huruf Alif - Laam - Miim tersebut dan yang lainnya yang sejenis adalah
sebagai hiasan kata untuk memperindah sastra Al Qur’an yang luar biasa, wallohu
‘alam. Jadi, membaca Al Qur'an dan terjemahnya itu harus, jika tidak mengerti bahasa Al Qur,an secara langsung. Semoga
bahasan ini bukan bahasan yang menyesatkan, aamiin.