Hukum Menggauli Budak-budak
“ Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”. QS Al Mukminuun: 5-6.
“ Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”. QS Al Mukminuun: 5-6.
Dengan memahami ayat tersebut di atas banyak Ustadz atau Ulama berpendapat bahwa menyetubuhi budak tanpa nikah merupakan hal yang diperbolehkan, padahal menurut pandangan secara umum tindakan tersebut merupakan perbuatan immoral atau tercela, sehingga dengan memahami ayat tersebut secara demikian mengesankan bahwa ajaran Al Qur’an itu lmmoral, dan akhirnya terkesan menjatuhkan keagungan Al Qur’an. Tapi apa benar pemahamannya demikian?, Subhanalloh.
Alloh Swt. Sudah mengisyaratkan dalam Al Qur’an itu sendiri bahwa kepada orang-orang yang membaca Al Qur’an, bisa saja orang itu diberi petunjuk dan bisa juga orang itu disesatkan oleh Alloh Swt. Jangan-jangan tergolong orang sombong apabila di saat mau membaca Al Qur’an tidak memohon ditunjuki kepada jalan yang lurus kepada Alloh Swt ( tidak membaca Al Fatihah ). Padahal Alloh swt. telah sediakan konsep do’a yang bagus ( Al Fatihah ) untuk dibaca sebelum membaca, mendengar dan mengkaji Al Qur’an. Kita memohon petunjuk kepada Alloh saja belum tentu ditunjuki, apalagi tidak minta. Kecuali Alloh tunjuki karena hendak menguji manusia agar menjadi sombong dan akhirnya menjadi ujub dan tekabur.
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya”. Az Zumar:23
Saya bukan ahli tafsir, tapi saya
telah mencoba belajar mengkaji ayat-ayat yang menyangkut hal tersebut yang
akhirnya pendapat saya berbeda dengan
pemahaman di atas, karena saya kira ayat 5 – 6 QS Al Mukminuun tersebut tidak
dapat disimpulkan dan menjadi dasar hukum hanya menafsirkan ayat tersebut
secara menyendiri melainkan masih terdapat ayat-ayat lain yang saling menunjang
untuk menghasilkan kesimpulan yang mungkin lebih tepat.
Sebelum sampai kepada ayat 5-6 QS
Al Mukminuun dalam urutan bacanya, masalah budak tersebut telah di tetapkan hukum
berikut,
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. An Nisaa:3
Perhatikan tulisan cetak tebal,
bahwa budak-budak yang dimiliki itu harus dikawini, bukan dizinahi. Kenapa
dikatakan “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki?” ini artinya jika seorang laki-laki
mengawini satu orang wanita merdeka dan mengawini satu atau dua wanita budak,
maka keadilan terhadap budak-budak yang dikawini itu bisa diabaikan atau tidak
perlu adil banget, karena dengan dikawininya saja wanita budak itu sudah cukup
terangkat derajatnya. Wallohu’alam.
Perhatikan juga ayat berikut,
“dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah
telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. An Nisaa:24
dan perhatikan tulisan cetak
tebal, itu artinya diharamkan mengawini wanita yang bersuami, kecuali mengawini
wanita-wanita bersuami yang telah menjadi budak-budak yang kamu miliki,
wallohu’alam.
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu
yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang
termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah
untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara
perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan
bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa
yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya
yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Al Ahzab: 50
Jadi, kalimat dalam QS
Al Mukminuun: 5-6 dan kalimat semisal di ayat lainnya hanyalah penyederhanaan
kata-kata yang mengisyaratkan membedakan derajat dan dapat mengabaikan keadilan
terhadap budak- budak yang dikawini, wallohu’alam
Semoga bermanfaat.