TIDAK USAH MERASA KECEWA ATAS KEGAGALAN HASIL KERJA KERAS KITA, AKAN TETAPI PERLU MEMBAYANGKAN KEKECEWAAN DI MASA MENDATANG KARENA KELALAIAN KITA SENDIRI SAAT INI
Translate
Thursday, 2 August 2018
Tasyahud pakai Sayyidina ???
"Janganlah kamu jadikan panggilan rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih."
(QS. An-Nur 24: Ayat 63)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa umat Islam, ketika memanggil atau menyebut nama Rosululloh ( Muhammad, Ibraahim, dll. ) harus dibedakan dengan panggilan atau sebutan kepada orang lain yang sifatnya mengangkat derajatnya / lebih mulya dibandingkan dengan orang lain pada umumnya. Tapi tidak ditentukan apakah dengan menambahkan kata Rosululloh, Nabiyulloh, Sayyidina atau kata2 yang lainnya yang sifatnya memulyakannya.
Ketika Rosululloh mengajarkan bershalawat atas dirinya kepada seseorang, Rosululloh pun sama, tidak menentukan dengan kata tambahan apa untuk memulyakannya, kerena beliau mengikuti perintah Alloh Swt. berikut kutipan haditsnya,
Maka Beliau bersabda: “Ucapkanlah; “ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHOLLAITA ‘ALLA IBRAHIM WA ‘ALAA AALI IBRAHIM INNAKA HAMIDUN MAJID. ALLAHUMAA BAARIK ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA ‘ALAA IBRAHIM WA ‘ALAA AALI IBRAHIM INAAKA HAMIDUN MAJID” (Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia) “.l
Dengan pengajaran itu, sudah barang tentu Rosululloh Saw. tidak ada maksud agar umatnya melanggar perintah Alloh Swt. Sebagai mana firmannya pada ayat tersebut di atas.
Ada pendapat lain bahwa bacaan shalat itu harus saklek mengikuti perkataan Rosululloh Saw. Sehingga bersalawat dalam shalat tidak boleh ada tambahan Sayyidina karena nabi pun tidak mengatakannya. Mereka menggunakan dalil hadits berikut,
“Shalatlah kalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku shalat.” (HR. al-Bukhari)
Mari kita ikuti sabda Nabi tersebut dengan saklek, coba baca hadits tersebut sekali lagi......
Yang harus benar- benar diikuti itu adalah yang dapat dilihat, do'a dan kata2 bukan dilihat tapi didengar, jadi hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil agar harus saklek mengikuti perkataan atau do'a Nabi, oleh karena itu, ketika ada orang yang membaca bacaan shalat yang berbeda dengan bacaan Nabi Saw. Nabi tidak menilai bid'ah atau menyalahkan.
Orang yang lebih pintar dari Nabi itu yang menyalahkan dan membid'ahkan...
Coba perhatikan hadits berikut,
Dari Abu Sholih, dari beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang, "Doa apa yang engkau baca di dalam shalat?" "Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan " Ya Allah, aku memohon kepada Engkau Surga dan berlindung kepada Engkau dari api Neraka." "Aku sendiri tidak mengetahui apa yang engkau gumamkan begitu pula Mu'adz," jawab orang tersebut. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seputar itulah kami bergumam ( ketika berdoa )." ( HR Abu Daud )
Nampak jelas dari hadits tersebut bahwa Nabi Saw. tidak membatasi redaksi maupun materi do'a seseorang dalam shalatnya.
Wallahu'alam
Semoga bermanfaat, aamiin
Friday, 13 July 2018
Analisis Gunung Kilauea Hawaii
Di sekitar gunung Kilauea Hawaii bermunculan dan mengalir lava di antara retakan-retakan dan lubang-lubang tanah.
Jika itu dikatakan sebagai letusan gunung, saya kira pernyataan itu kurang tepat. Karena jelas sekali bahwa magma mengalir begitu saja tanpa ledakan atau letusan.
Jika dibaca lagi teori mengenai gunung dan bumi yang sudah saya posting waktu yang lalu, bahwa di bawah tanah sekeliling bumi ini seolah-olah mengalir deras cairan magma yang disebabkan keterlambatan transfer gaya putar dari setiap media yang berbeda.
Inti bumi berputar dengan kecepatan x rpm, maka material flasma berputar jauh lebih lambat, lalu flasma memutarkan magma lebih lambat lagi, kemudian magma memutarkan lapisan tanah lebih lambat. Lapisan tanah memutarkan atmosfer dan material udara yang kemudian memutarkan bulan mengitari bumi lebih lambat.
Magma yang berputar lebih cepat dari lapisan tanah inilah yang mengakibatkan seolah-olah magma di bawah tanah mengalir deras.
Dengan memperhatikan gambar ilustrasi bumi di atas maka kemungkinan kondisi yang terjadi di daerah gunung Kilauea Hawaii itu adalah sebagai akibat dari penurunan putaran inti bumi yang berdampak pada pengecilan diameter kulit bumi dan menimbulkan tanah Kilauea Hawaii turun dan belah-belah sehingga membuat aliran magma bocor menerobos lubang dan belahan-belahan tanah tersebut.
Kebocoran aliran magma tersebut tidak akan berhenti selama magma itu mengalir dan memenuhi area yang dialirinya. Kalau magma itu menumpuk dan beku dan menyumbat bocoran nya, barulah ia berhenti.
Karena magma yang selama ini menopang kestabilan lapisan tanah pindah ke bagian atas dan mengisi lekukan tanah yang rendah, maka jumlah cairan magma di dalam berkurang, daya topang terhadap lapisan tanah menurun lapisan tanah di lautan yang dialiri lava menebal, air laut meluap, maka pengecilan diameter bumi drastis mungkin akan terjadi, yang artinya kemungkinan akan terjadi gempa yang cukup dahsyat.
Gambar di bawah adalah ilustrasi perkiraan yang terjadi di tanah Hawaii.
Atau kadang kondisi di tempat lain seperti ini, ini persis seperti aliran air sungai deras menabrak batuan
Dan gambar ini adalah gambar lava yang mengalir deras hingga ke laut.Ini menunjukkan bahwa lubang tanah tersebut dibawah level tekanan dan turbulensi aliran magma, dan akan terus menerus seperti itu sampai tekanan dan turbulensi aliran magma menurun. Jangan jangan ini merupakan awal dari kehancuran bumi kita.
Wallohu'alam
Semoga bermanfaat.
Sunday, 27 May 2018
TAHLILAN bid'ah atau sunnah ?
Tuduhan bid'ah terhadap tahlilan saya kira wajar, tetapi wajar juga jika banyak umat menganggap tahlilan itu dapat menolong mayat, dan itu dianggap ibadah.
Nanti kita bandingkan dengan berjenggot dengan niat, maksud dan tujuannya bagaimana.
Tahlilan dirancang untuk menyelisihi atau mempertentangkan atau melawan atau menyaingi amalan atau budaya kaum non muslim di sekitarnya dengan / menjadi budaya atau amalan yang sesuai ajaran Islam. Maka pada awal nya Tahlilan adalah sunah nabi, jadi para wali yang merancang tahlilan bukan ahli bid'ah tapi samangat sunah, karena menyelisihi atau menentang suatu kaum non muslim dengan membedakan budayanya atau amalannya menjadi sesuai dengan ajaran Islam adalah semangatnya Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam. Sama sebagaimana Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan memelihara jenggot untuk menyelisihi, atau pembeda atau menyaingi orang2 kafir di sekitarnya.
Nah, orang-orang sekarang menggelar tahlilan maksud dan tujuannya apa?
Niat, maksud dan tujuannya ( pahamnya ) inilah yang menjerumuskannya kepada bid'ah. ( Walaupun pada kenyataannya banyak praktek bid'ah dan menyalahi sunnah di dalamnya, mungkin telah terjadi perubahan acara pelaksanaannya dari yang diajarkan para wali dahulu, wallahu'alam. )
Jadi, kalau misalkan sepeninggal orang tua kita mengadakan tahlilan dengan gaya baru yang didalamnya tidak ada amalan bid'ah dan tidak menyalahi syariat, dengan niat, maksud dan tujuan menyaingi atau upaya memperbaiki tahlilan yang dianggap bid'ah, mendo'akan orang tua, menghibur keluarganya agar tidak meratapi kematian orang tuanya, dll. Maka itu bukanlah bid'ah, tapi sunah.
Jadi berjenggot panjang bagaimana ????? Silakan.....Wallahu 'alam
Semoga bermanfaat.
Nanti kita bandingkan dengan berjenggot dengan niat, maksud dan tujuannya bagaimana.
Tahlilan dirancang untuk menyelisihi atau mempertentangkan atau melawan atau menyaingi amalan atau budaya kaum non muslim di sekitarnya dengan / menjadi budaya atau amalan yang sesuai ajaran Islam. Maka pada awal nya Tahlilan adalah sunah nabi, jadi para wali yang merancang tahlilan bukan ahli bid'ah tapi samangat sunah, karena menyelisihi atau menentang suatu kaum non muslim dengan membedakan budayanya atau amalannya menjadi sesuai dengan ajaran Islam adalah semangatnya Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam. Sama sebagaimana Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan memelihara jenggot untuk menyelisihi, atau pembeda atau menyaingi orang2 kafir di sekitarnya.
Nah, orang-orang sekarang menggelar tahlilan maksud dan tujuannya apa?
Niat, maksud dan tujuannya ( pahamnya ) inilah yang menjerumuskannya kepada bid'ah. ( Walaupun pada kenyataannya banyak praktek bid'ah dan menyalahi sunnah di dalamnya, mungkin telah terjadi perubahan acara pelaksanaannya dari yang diajarkan para wali dahulu, wallahu'alam. )
Jadi, kalau misalkan sepeninggal orang tua kita mengadakan tahlilan dengan gaya baru yang didalamnya tidak ada amalan bid'ah dan tidak menyalahi syariat, dengan niat, maksud dan tujuan menyaingi atau upaya memperbaiki tahlilan yang dianggap bid'ah, mendo'akan orang tua, menghibur keluarganya agar tidak meratapi kematian orang tuanya, dll. Maka itu bukanlah bid'ah, tapi sunah.
Jadi berjenggot panjang bagaimana ????? Silakan.....Wallahu 'alam
Semoga bermanfaat.
Friday, 24 November 2017
Definisi Bid'ah menurut U'Baru ( Bukan Ulama ) 2.
Mendefinisikan bid'ah dengan kalimat " perbuatan yang tidak dilakukan /tidak dicontohkan Rosululloh...." itu tidak salah, tapi terlalu benar, karena Rosululloh yang paham definisi bid'ah pastilah hal2 bid'ah itu tidak akan dilakukan.
Jadi, jika ber qunut di shalat subuh itu bid'ah tentunya Nabi tidak akan melakukannya walaupun hanya satu kali. Karena Nabi pun dilarang melakukan perbuatan bid'ah, jelas friend???
Untuk menilai suatu amalan bid'ah atau tidak tentunya harus dengan definisi yang benar sebagaimana yang dimaksud Rosululloh Saw. Jangan mikir sendiri, misalnya, ". bid'ah berasal dari kata...yang berarti...", rasanya tidak bisa demikian, karena suatu istilah yang asalnya dari kata atau dari benda apa saja akan berbeda arti dengan kata aslinya. atau " bid'ah menurut bahasa adalah.....sedang bid'ah menurut syari'ah adalah....." tidak bisa juga demikian, karena saya kira definisi bid'ah menurut Rosululloh Saw. itu hanya satu. Maka pikirkan apa-apa yang dikatakan Rosululloh Saw.untuk mendapatkan definisi yang paling mendekati kebenaran.
Di tulisan postingan yang lalu dituliskan bahwa yang dimaksud bid'ah adalah " paham baru yang bukan dari Nabi atau Al Quran " tidak ada barang baru dikatakan sesat, upaya ibadah yang baru bisa bid'ah bisa tidak, menuruti anjuran atau perilaku Nabi dan mengamalkan Al Qur'an pun bisa sunah bisa bid'ah, semuanya tergantung pemahamannya atau arah tujuannya. Semuanya itu akan dikategorikan bid'ah apabila pemahamannya tidak sejalan dengan paham Al Quran, sunah Nabi, Asma ul husna dan sifat_sifat Alloh Swt. Oleh karena itu manakala menemui perbuatan baru dalam shalatnya umat, Rasulullah menanyakan alasannya atau pemahamannya.
Kita pun harusnya begitu juga dalam menilai bid'ah tidaknya sebuah amalan ( tahu maksud dan tujuan amalan tersebut ),
Jangan sampai punya pikiran karena suatu amalan tertentu yang dilakukan ulama besar, hafidz Qur'an, hafal ratusan hadits lalu amalan pribadinya yang merupakan inisiatif sendiri dipastikan tidak bid'ah.
Pola pikir seperti itulah taqlid yang menyebar - luaskan bid'ah.
Jangankan amalan ulama besar, amalan Rosululloh saja jika dilakukan dengan menyimpang maksud dan tujuannya, itu jadi bid'ah, misalnya, Jika memahami bahwa ber qunut di shalat subuh itu wajib yang tidak boleh ditinggalkan, maka itu bid'ah.
Perhatikan pemahaman Hasan bin Athiyah di bawah ini,
Dari Hasan bin Athiyah berkata, “Tidaklah suatu kaum melakukan kebid’ahan dalam agamanya melainkan Allah akan mencabut Sunnah mereka yang semisalnya, kemudian Allah tidak mengembalikannya kepada mereka sampai hari kiamat” ( Dikeluarkan oleh ad-Darimi )
Contoh:
Dianjurkan baca Al Qur'an
Maksud dan tujuannya agar mendapatkan petunjuk, pelajaran, dll. ( Sunnah ).
Jika suatu kaum membaca Al Qur'an dengan maksud dan tujuan yang menyimpang dari itu maka bid'ah, bukan sunnah. Dengan demikian Sunnah sejenis yakni membaca Al Quran sesuai sunnah nabi akan hilang, yang ada mambaca Al Qur'an tanpa niatan untuk mendapatkan petunjuk, dan kemarin 2 sudah terjadi, sekarang sunnah mudah mudahan Alloh turunkan kembali , Insya Alloh, Alhamdulillah.
Wallohu'alam
Semoga bermanfaat.
Wednesday, 27 September 2017
PANSUS HAK ANGKET KPK
Kini ramai kisruh KPK dan Pansus hak angket, nampak mereka sedang adu kekuatan dan tidak ada juru damai.
Menilik siapa lawan dan kawan mereka masing 2, kawan DPR atau pansus mungkin banyak, kawan KPK siapa? Kawan sejati KPK harusnya rakyat.
KPK harus ada yang mengontrol, itu logika yang masuk akal. KPK dikontrol DPR atau lembaga penyelenggara negara lain, itu tidak masuk akal, karena justru penyelenggara negara lah yang terus-menerus dikontrol KPK.
KPK bisa dikontrol oleh sekelompok orang2 yang tidak mungkin melakukan korupsi.
Wallahu 'alam
Semoga bermanfaat
Menilik siapa lawan dan kawan mereka masing 2, kawan DPR atau pansus mungkin banyak, kawan KPK siapa? Kawan sejati KPK harusnya rakyat.
KPK harus ada yang mengontrol, itu logika yang masuk akal. KPK dikontrol DPR atau lembaga penyelenggara negara lain, itu tidak masuk akal, karena justru penyelenggara negara lah yang terus-menerus dikontrol KPK.
KPK bisa dikontrol oleh sekelompok orang2 yang tidak mungkin melakukan korupsi.
Wallahu 'alam
Semoga bermanfaat
Sunday, 30 July 2017
Telunjuk dalam Tasyahud
Banyak ustadz dalam ceramahnya manakala menjelaskan perkara bid'ah acapkali mengungkapkan kalimat " Islam itu sudah sempurna" dengan tidak menyadari bahwa dalam banyak perkara justru cara memahaminyalah yang belum sempurna, bukan ajaran Islamnya.
Misalnya, sudah sempurnakah memahami bagaimana seharusnya telunjuk saat tasyahud? Apakah yakin Nabi Muhammad Saw. mengajarkan dua cara, menggerak-gerakannya dan menunjuk lurus?
Sementara cara-cara tersebut dipahami oleh para mujtahid dulu dari keterangan berikut ini,
Dari Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma:
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan tangan kanan di atas paha kanan, dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya.” (HR. Muslim)
Wail berkata:
“Beliau mengangkat jarinya. Aku lihat beliau menggerak-gerakkan jarinya dan berdoa dengannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dengan sanad shahih.َ
Dan dalam hadist yang lain, dari Abdullah bin Umar:
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya beliau melihat seorang laki-laki menggerakan kerikil ketika shalat, ketika dia selesai shalat maka Abdullah berkata: Jangan engkau menggerakkan kerikil sedangakan engkau shalat, karena itu dari syetan. Akan tetapi lakukan sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Maka beliau meletakkan tangan kanannya di atas pahanya dan mengisyaratkan dengan jari di samping jempol (yaitu jari telunjuk) ke arah qiblat, kemudian memandangnya, seraya berkata: Demikianlah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan. (HR. An-Nasa’i)
Disunnahkan menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahhud pada saat berdoa, karena datang di dalam hadits Wa’il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu:
“Bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat jari beliau, maka aku melihat beliau menggerakkannya, seraya berdoa dengannya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ahmad)
Dari Nafi’ beliau berkata:
“Abdullah bin ‘Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan menjadikan pandangannya mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk.'”(HR. Ahmad)
dan hadits-hadits lain sejenis.
Kemudian kedua cara tersebut diperdebatkan tapi dengan mengikuti pola pikir para mujtahid dulu, ya hasilnya akan tetap seperti itu. Tapi kalau saya coba ikut mengkaji ulang dengan pola pikir yang lain, muncul komentar sinis, belajarnya dari mana?, hafal berapa hadits?, ijtihad itu ada syaratnya! Dll.
Coba kita pikirkan bersama, jika Rosululloh Saw. tidak mensyaratkan hal2 tersebut untuk berijtihad, lalu anda mensyaratkannya boleh tidak?.
Jadi, sebelum anda memperlihatkan dalilnya yang jelas tentang syarat ijtihad, saya coba berijtihad untuk mencari yang benar daripada dua perbedaan tersebut.
Pengamatan saya begini, bahwa hadits -hadis tersebut menginformasikan amalan hasil penglihatan dari gerakan Rosululloh Saw.
Yang namanya gerakan tubuh, bisa disengaja bisa tidak, bisa dengan kendali otak bisa di luar kendali, dengan demikian
kata " menggerak-gerakkan " pada HR Imam Al Baihaqi lebih tepat jika dikatakan " terlihat bergerak-gerak " karena tidak tahu apakah gerakan itu disengaja atau tidak, sementara menunjuk diam dan lama, jelas disengaja.
Yang mengetahui bergerak-geraknya telunjuk Rosululloh disengaja atau tidak adalah beliau sendiri, maka jawabannya terdapat pada hadits berikut:
Dari Nafi’ beliau berkata,
...............
" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk.'”(HR. Ahmad)
Maka seharusnya telunjuk itu lurus dan kaku, dan gerakan itu diluar maksud Rosululloh Saw. mungkin waktu itu telunjuk Rosululloh dalam keadaan gemetar karena sesuatu hal.
Wallahu'alam.
Semoga bermanfaat.
Tuesday, 11 July 2017
Sholat jamak
Telah berulangkali saya menyimak khotib Jum at
menerangkan sebuah hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim menganai kisah, Rasulullah saw. Yang menyuruh 2 orang sahabat untuk pergi ke perkampungan Bani Quraizhah. Yang mana beliau memberi sebuah pesan kepada mereka yaitu, “Laa yushalliyaannna ahadun al ‘ashra illaa fii banii quraizhah”.
Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kamu sholat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.
Lalu pergilah mereka menuju perkampungan Bani Quraizhah.
Di tengah jalan ternyata waktu Ashar sudah mau habis, sedangkan jarak ke perkampungan Bani Quraizhah masih cukup jauh. Maka karenanya timbullah 2 pendirian yang berbeda di antara mereka, yang satu orang melaksanakan salat ashar di perjalanan, dan yang lainnya salat ashar di tempat tujuan, maka sepulang dari bepergian tersebut keduanya mengadukan hal ini kepada Rasulullah saw. Dan ternyata Rasulullah saw, tidak menyalahkan kedua pendirian tersebut.
Tapi sayang sekali dari kisah tersebut memunculkan paham bahwa berbeda pendapat adalah sesuatu yang tidak masalah.
Pemahaman saya, pada kisah tersebut, dengan perintah dan pesan itu Rosululloh Saw. hendak mengajarkan suatu hukum syariat. Saya kira dengan perintah dan pesan tersebut Rosululloh Saw. sudah memperhitungkan bahwa waktu ashar akan terlewat. Sementara hukum shalat ashar ketika bepergian, bagi Rosululloh Saw. sudah ada ketentuan, yakni boleh pada waktunya, boleh juga disatukan di waktu maghrib, dan itu adalah keringanan atau rukshoh yang boleh manfaatkan atau tidak. Hukum inilah yang hendak Rosululloh Saw. ajarkan kepada mereka dengan kisah tersebut sebagai tambahan hukum yang telah beliau sosialisasikan dengan kebiasaannya jamak & Qashar dzuhur dengan ashar, magrib dengan isya. Dan pada umumnya memang pemahamannya adalah seperti itu.
Dalam hal ini, sekitar belasan tahun lalu saya pernah ditertawakan seorang bapak-bapak karena melaksanakan jamak sholat maghrib di waktu ashar, karena akan bepergian jauh setelah ashar, sementara pertimbangan saya, jika harus shalat maghrib dan isya di larut malam dan dalam keadaan lelah dikhawatirkan ngantuk, dan shalat dalam keadaan ngantuk itu tidak baik.
Sebelum Kisah tersebut ditetapkan ketentuan hukumnya nampaknya seperti perbedaan pendapat, tapi setelah ditetapkan ketentuan hukumnya ternyata itu bukanlah perbedaan pendapat melainkan hanyalah ketidak tahuan dan perbedaan hasrat dan minat memanfaatkan rukshoh
wallahu'alam.
Mari kita diskusikan...
Semoga bermanfaat
menerangkan sebuah hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim menganai kisah, Rasulullah saw. Yang menyuruh 2 orang sahabat untuk pergi ke perkampungan Bani Quraizhah. Yang mana beliau memberi sebuah pesan kepada mereka yaitu, “Laa yushalliyaannna ahadun al ‘ashra illaa fii banii quraizhah”.
Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kamu sholat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.
Lalu pergilah mereka menuju perkampungan Bani Quraizhah.
Di tengah jalan ternyata waktu Ashar sudah mau habis, sedangkan jarak ke perkampungan Bani Quraizhah masih cukup jauh. Maka karenanya timbullah 2 pendirian yang berbeda di antara mereka, yang satu orang melaksanakan salat ashar di perjalanan, dan yang lainnya salat ashar di tempat tujuan, maka sepulang dari bepergian tersebut keduanya mengadukan hal ini kepada Rasulullah saw. Dan ternyata Rasulullah saw, tidak menyalahkan kedua pendirian tersebut.
Tapi sayang sekali dari kisah tersebut memunculkan paham bahwa berbeda pendapat adalah sesuatu yang tidak masalah.
Pemahaman saya, pada kisah tersebut, dengan perintah dan pesan itu Rosululloh Saw. hendak mengajarkan suatu hukum syariat. Saya kira dengan perintah dan pesan tersebut Rosululloh Saw. sudah memperhitungkan bahwa waktu ashar akan terlewat. Sementara hukum shalat ashar ketika bepergian, bagi Rosululloh Saw. sudah ada ketentuan, yakni boleh pada waktunya, boleh juga disatukan di waktu maghrib, dan itu adalah keringanan atau rukshoh yang boleh manfaatkan atau tidak. Hukum inilah yang hendak Rosululloh Saw. ajarkan kepada mereka dengan kisah tersebut sebagai tambahan hukum yang telah beliau sosialisasikan dengan kebiasaannya jamak & Qashar dzuhur dengan ashar, magrib dengan isya. Dan pada umumnya memang pemahamannya adalah seperti itu.
Dalam hal ini, sekitar belasan tahun lalu saya pernah ditertawakan seorang bapak-bapak karena melaksanakan jamak sholat maghrib di waktu ashar, karena akan bepergian jauh setelah ashar, sementara pertimbangan saya, jika harus shalat maghrib dan isya di larut malam dan dalam keadaan lelah dikhawatirkan ngantuk, dan shalat dalam keadaan ngantuk itu tidak baik.
Sebelum Kisah tersebut ditetapkan ketentuan hukumnya nampaknya seperti perbedaan pendapat, tapi setelah ditetapkan ketentuan hukumnya ternyata itu bukanlah perbedaan pendapat melainkan hanyalah ketidak tahuan dan perbedaan hasrat dan minat memanfaatkan rukshoh
wallahu'alam.
Mari kita diskusikan...
Semoga bermanfaat
Subscribe to:
Posts (Atom)