Translate

Wednesday 31 August 2011

Perbedaan Iedul fitri

Perbedaan hari raya Iedul Fitri di Indonesia sudah sangat sering terjadi antara sesama umat Islam kita, sehingga kita hampir merasa bahwa hal tersebut bukan masalah dan wajar.
Adapun yang menjadi sebab adalah sistem  penetapan 1 syawal dengan hisab yang berada pada posisi 
ketinggian yang ’’rawan’’ yakni masih di bawah 2 derajat,dimana situasi pada saat ghurub di Pantai Pelabuhan Ratu: matahari terbenam pukul 17.54.26 WIB, ketinggian hilal  +01 derajat 53 menit 2 detik . kiranya sangat sulit untuk bisa melihat hilal. Apalagi menurut prakiraan BMG, seluruh Indonesia saat itu dalam kondisi mendung.
Dengan kondisi demikian maka banyak petugas yang tidak bisa melihat hilal, maka terjadilah perbedaan penentuan 1 syawal. karena ada ormas islam yang berani menentukan 1 syawal walaupun hilal tidak tampak.
Berkaitan dengan hal tersebut saya sempat memperhatikan acara sidang itsbat yang dipimpin oleh mentri agama, di mana pada waktu itu mayoritas peserta sidang sepakat bahwa 1 syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus 2011, namun ketika itu ada fihak yang minta ijin untuk berlebaran tanggal 30 Agustus 2011 ( selasa ), dengan memohon jaminan keamanan dan toleransinya.
Nampaknya dengan jaminan keamanan dan toleransi maka bereslah masalah perbedaan hari raya Iedul fitri tersebut sehingga terkesan ada dua hari raya Iedul fitri bagi umat islam merupakan hal yang diperbolehkan dalam ajaran.
Kepada umat islam yang merasa peduli dengan ibadahnya penulis ingin mengajak untuk sedikit mengkaji hal tersebut agar ke depan dapat menyikapi masalah serupa sehingga dapat menentukan sikap yang bijaksana.
Untuk hal ini penulis hanya ingin memberi sedikit gambaran begini, jika sidang itsbat tersebut dipimpin oleh Rosululloh Saw sebagai pimpinan pemerintahannya, kemudian ada pimpinan kelompok masyarakat yang meminta ijin melakukan shalat Iedul fitri pada hari yang berbeda dengan hari yang telah ditetapkan Rosululloh Saw, kira-kira apakah Rosululloh Saw. akan memberinya ijin ?, apakah Iedul fitrinya akan merupakan Iedul fitri yang halal ?, cobalah pikirkan. Sepertinya tidak cukup hanya sekedar toleransi antar umat.  
Usulan penulis agar para elit berupaya mempersatukan 1 Syawal pernah disampaikan melalui MUI beberapa tahun silam, tapi belum menampakkan hasil. Penulis khawatir ada elit-elit yang memang tidak mengharapkan adanya persatuan umat islam Indonesia. Alasannya sederhana, apa mungkin umat islam kita sebodoh ini, sehingga masalah 1 Syawal tidak pernah tuntas bertahun-tahun. 

 Ini adalah perdebatan para elit menyangkut perbedaan hari raya Iedul Fitri:

Ke depan Din berharap pemerintah tidak perlu ikut campur menentukan awal Ramadan dan 1 Syawal agar tidak terjadi kebingungan bagi masyarakat. Kendati begitu Din berharap masyarakat tetap saling menghargai meski merayakan Idul Fitri di hari yang berbeda. ( Din = Din Syamsuddin )

"Biarlah masing-masing kelompok menunaikan ibadah dengan keyakinannya. Bagi yang berkeyakinan Idul Fitri besok (hari ini), silakan beramai-ramai salat di lapangan. Sementara bagi yang meyakini tanggal 31 Agustus adalah Idul Fitri, silakan juga melaksanakan salat Id. Yang terpenting silaturahim harus tetap dijaga," kata Din.

Din juga menyebut, Thomas sebagai seorang provokator yang berbahaya yang bersembunyi di balik kedok ilmiah dengan menyalahkan pihak lain. Dalam sidang Itsbat di kantor Kementerian Agama, kemarin, Thomas memberi pemaparan mengenai penghitungan penetapan 1 Syawal dengan cara melihat bulan baru atau hilal. Saat itu dia menyinggung metode hisab dan rukyat yang kerap menimbulkan perbedaan penetapan.

Terkait Hal itu, Thomas pun mengatakan dirinya rela disebut provokator demi mengubah pandangan Ormas Islam tersebut. “Tidak apa-apa, Tujuan saya provokatif untuk menyadarkan Muhammadiyah, saya bukan menyerang Muhammadiyah, tapi kriterianya,” kata Thomas saat berbincang dengan okezone, Selasa
(30/8/2011).

“Muhammdiyah mengatakan bahwa alasan ketinggian dua derajat tidak ilmiah. Tapi menurut saya ketinggian 0 derajat yang disebut dipegang Muhammadiyah justru tidak Ilmiah,” katanya.

Penulis kira Rosululloh Saw. mensyaratkan 1 Syawal dengan melihat hilal, sementara ketinggian bulan pada 0 derajat hilal tidak akan terlihat. Jadi perlu dipertanyakan apa dasarnya sehingga ketinggian bulan 0 derajat menjadi syarat penghitungan awal bulan, Wallohu'alam. 
Semoga bermanfaat.

 

Tuesday 16 August 2011

Malam lailatul Qodr

Saya ingin mencoba menuangkan opini saya mengenai Lailatul Qodr, mengingat banyaknya penafsiran-penafsiran yang relatif bervariasi.
Dengan pendapat ini tentu akan menambah lebih bervariasi lagi, namun, dengan pendapat ini mudah-mudahan menjadi tambahan nuansa pemahaman yang bermanfaat. amin.

Sekarang mari kita lihat surat Al Qodr berikut,


Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? 
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.  

Menurut Bpk. Quraish Shihab, kata Qadar (قﺩﺭ) sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al Qur'an dapat memiliki tiga arti yakni [1]:
  1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad Dukhan ayat 3-5 : Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penah hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami
  2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An'am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat
  3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra'd ayat 26: Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya)
Dengan merefferensi penafsiran  Bpk  Quraish Shihab, maka  Lailatul Qodr adalah malam diturunkannya ketetapan Alloh SWT kepada manusia-manusia pilihan Nya agar ia menjadi manusia yang mulya disisi Alloh SWT, bahkan mulya dalam pandangan manusia. wallohu 'alam.
Al Qur'an diturunkan dan ditetapkan sebagai tuntunan agar umat Rosululloh SAW menjadi umat yang mulya disisi Alloh SWT juga dalam pandangan manusia.
Pada Lailatul Qodr, akan banyak macam ragam ketetapan Alloh SWT untuk mengangkat manusia pilihanNya menjadi manusia yang mulya disisiNya, bahkan mulya dalam pandangan manusia. 
Misalnya ada lulusan pesantren yang terjerumus ke dalam dunia  maksiat, kemudian pada malam Qodr tiba-tiba insaf dan berusaha untuk menjadi da'i. Atau ada orang yang terhina karena terlilit utang, pada malam itu terselesaikan urusannya. Atau juga misalnya ada orang terhina karena fitnah, pada malam itu terungkap kebenarannya. Mungkin juga pada malam Qodr ada orang yang membuat ketetapan untuk naik haji tahun ini. Bisa juga ada orang yang tiba-tiba semakin serius mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Dan lain-lain. Hal ini diisyaratkan oleh ayat Al Qodr : 4 (  Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. )
Dengan demikian, tidak usah sibuk-sibuk mempermasalahkan tanda-tanda turunnya Lailatul Qodr, tapi bagaimana agar kemulyaan itu jatuh kepada kita dan keluarga. Karena tanda-tanda itu akan nampak dan dirasakan oleh diri orang yang mendapatkannya
Mengenai makna ayat  "Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan."  bukan berarti  yang mendapatkan lailatul Qodr akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala seribu bulan, tetapi mengisyaratkan bahwa ketetapan Alloh SWT yang mengangkat orang pilihannya menjadi manusia yang mulya di sisiNya, dan di mata manusia, itu lebih penting dan lebih berarti  bagi hidup orang tersebut jika dibandingkan dengan seribu bulan yang lain yang tidak mendatangkan ketetapan Alloh SWT yang baik itu.Wallohu "alam
Jadi tidak usah repot-repot menjumlah-jumlah pahala.