Translate

Saturday 20 June 2015

TAQLID vs IJTIHAD



          Perbedaan pendapat dalam memahami ajaran Islam telah terjadi sejak jaman para sahabat nabi Muhammad Saw., mungkin karena informasi yang diterima mereka dari nabi Muhammad Saw. berbeda-beda redaksinya walaupun untuk topik yang sama. Kemungkinan lainnya bisa jadi karena daya nalar dari setiap sahabat yang berbeda-beda. Sementara itu ada kecenderungan bahwa Nabi Saw. Selalu menyampaikan risalah dengan kalimat-kalimat yang tidak mudah dicerna, atau perlu pemikiran untuk mengetahui-maknanya. Mungkin maksudnya agar umatnya terbiasa berpikir mengenai ajarannya sehingga menjadi keadilan sepanjang masa bahwa semua umat ada kesempatan berijtihad jika mau mendapatkan petunjuk yang benar. dan itu terbukti, Maka pantaslah jika perbedaan pendapat masih terjadi saat ini.
          Di antara kita, umat Islam Indonesia, perbedaan pendapat masih tetap ada. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya Taqlid. Hingga kini pendapat dalam hal pemahaman Islam hampir-hampir berakhir dan terpusat pada 4 imam, sehingga dari perbedaan pendapat para imam tersebut banyak ulama hanya menganjurkan untuk memilih salah satu pendapat di antaranya. Faktor lainnya karena memang ada pertentangan yang belum terpecahkan masalahnya, tapi pembahasan atau ijtihad seolah telah berhenti.
         Ijtihad dan  taqlid kiranya merupakan dua kata yang menentukan berubah tidaknya keberadaan keilmuan dan amal ibadah umat islam. Sementara itu kedua sikap tersebut akan mendapatkan balasan yang sangat berbeda di sisi Alloh Swt .
           Beramal dengan ilmu hasil Ijtihad yang benar akan mendapat pahala 2, sedangkan Beramal dengan ilmu hasil Ijtihad yang salah akan mendapat pahala 1, maka orang berijtihad itu sangat aman dari ancaman dosa. Sementara beramal dengan ilmu hasil taqlid jika ilmu yang diikutinya benar akan mendapatkan pahala 1 sedangkan jika ilmu yang diikutinya salah maka dosanya adalah setiap ibadah yang dilakukannya yang salah dan kebodohannya yang asal mengikuti ilmu tanpa dipikir terlebih dahulu, artinya dosanya 2.

Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari 13/268 dan Muslim no. 1716)

          Ijtihad dapat dilakukan di berbagai tingkatan pengetahuan. Ijtihad tingkat akhir yang paling mudah adalah ketika kita harus memilih satu dari dua atau lebih ilmu atau keterangan yang berbeda. Jika tidak melakukan ijtihad pada kondisi demikian maka kita terancam resiko kesesatan yang diancam 2 dosa. Contoh dari orang-orang yang berlipat-lipat dosanya itu adalah mereka pengikut aliran sesat. Akan tetapi tidak mustahil sebagian dari ilmu kita pun sesat, namun jangan khawatir jika itu hasil ijtihad. Wallohu ‘alam.

             Ini adalah sebagian ucapan Imam Asy Syafi’i :

           “ Tidak ada seorang pun, kecuali dia harus bermadzhab dengan Sunah Rosululloh Saw.dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rosululloh Saw. yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rosululloh Saw. inilah ucapan ku. “

           “ Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rosululloh Saw. maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang.”