Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud
MD berpendapat
fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya bersifat mengikat individu, bukan
untuk dipaksakan kepada orang lain. Penerapan fatwa ini tidak boleh dipaksakan,
apalagi sampai melakukan penegakan dengan melibatkan aparat, ormas, dan LSM.
"Fatwa MUI belum menjadi hukum positif, sehingga
tidak bisa dipaksakan. Apakah fatwa bagus? Ya bagus sekali. Apakah penting?
Penting sebagai bimbingan, akan tetapi penting maupun bagus tidak bisa
menegakkan alat negara karena alat negara untuk menegakkan hukum itu hanya
dengan hukum positif," ujar Mahfud.
Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengeluarkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang hukum menggunakan atribut
non-muslim bagi umat Islam. Menanggapi hal tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan
dirinya akan berkoordinasi dengan MUI agar saat mengeluarkan fatwa juga
mempertimbangkan banyak hal.
"Saya akan koordinasi dengan MUI supaya dalam
mengeluarkan fatwa tolong dipertimbangkan masalah toleransi, kebhinnekaan
Indonesia itu," ujar Tito usai mengisi acara di Universitas Negeri
Jakarta, Senin (19/12/2016).
Dia pun mengimbau kepada ormas-ormas agar memahami
bahwa fatwa MUI bukanlah hukum
positif di
Indonesia. Untuk itu, dirinya pun meminta agar MUI jika ingin melakukan
sosialisasi secara baik-baik.
Saya
menilai bahwa pernyataan-pernyataan tersebut terasa melemahkan Fatwa-fatwa MUI,
kurang jelas, apakah ini faktor sengaja
atau tidak sengaja, punya maksud dan tujuan tertentu atau tidak, mari kita
cermati bersama.
Pandangan
saya begini.
Mayoritas
bangsa ini adalah muslim.
MUI
adalah rujukan paham umat Islam.
Melaksanakan
ajaran setiap agama adalah Hak Azasi yang diatur dengan Undang-undang.
Manakala
MUI memfatwakan “ Haram bagi umat Islam menggunakan atribut Natal.” misalnya. Maka
mengamalkan fatwa tersebut menjadi Hah Azasi bagi setiap individu umat Islam.
Sehingga individu lain, muslim atau non muslim harus menghormatinya, dan
tentunya tidak boleh menyuruh seorang muslim untuk melanggar fatwa tersebut.
Dengan demikian selayaknya fatwa tersebut diketahui oleh seluruh bangsa
Indonesia karena seluruh bangsa Indonesia tidak boleh melanggar Hak Azasi
Manusia.
a. Pasal 28J UUD 45.
1) Setiap orang wajib menghormati
hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
b. Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Instrumen ini ditetapkan pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan MPR
tersebut disebutkan antara lain :
1) Menugaskan kepada
lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk
menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi
manusia kepada seluruh masyarakat.
2) Menugaskan kepada Presiden dan
DPR untuk meratifikasi (mengesahkan) berbagai instrumen hak asasi manusia
internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan DUD 1945
3) Membina kesadaran dan tanggung
jawab masyarakat sebagai warga negara untuk menghormati, menegakkan hak dan
menyebarluaskan hak asasi manusia melalui gerakan kemasyarakatan.
4) Melaksanakan penyuluhan,
pengkajian, pemantauan dan penelitian serta menyediakan media tentang hak asasi
manusia yang ditetapkan dengan undang-undang. dst
Maka,
bukankah berarti bahwa fatwa MUI tersebut merupakan hukum positif yang mengikat
kepada seluruh bangsa Indonesia jika demikian?
Jika
ada orang atau lembaga yang menegakkan atau mengawal fatwa MUI dengan sweeping
ke super market misalnya, apakah itu dilarang ?.
Kiranya
jika sweeping itu hanya menganjurkan kepada pemilik toko yang non muslim,
dengan cara-cara yang santun, agar tidak menyuruh karyawannya yang muslim untuk
memakai atribut natal, itu adalah termasuk amar ma’ruf nahi munkar. Maka, umat Islam
yang manakah yang melarang umat Islam lain untuk melakukan amar ma’ruf nahi
munkar?.
Wallohu'alam
Semoga bermanfaat.