Translate

Saturday 6 December 2014

KEKOSONGAN SHAF DALAM SHOLAT



Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Rapatkanlah shaf-shaf kamu semua, perdekatkanlah jarak antara shaf-shaf itu -yang sekiranya antara kedua shaf itu kira-kira tiga hasta- dan samakanlah letaknya antara leher-leher. Maka demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya saya niscayalah dapat melihat syaitan itu masuk di sela-sela kekosongan shaf, sebagaimana halnya kambing kecil." hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syarat Imam Muslim.
Pada keterangan lain dikatakan bahwa iblis akan menggoda manusia dari berbagai arah, dari depan, dari belakang, dari kiri, dan dari kanan. Coba lihat ayat berikut, “Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). “ ( Qs Al A’raaf 16- 17 ), Tapi ketika nampaknya kekosongan shaf dalam jamaah sholat, syaitan begitu semangat seperti mendapatkan kesempatan bagus untuk menggoda manusia agar lalai dari sholatnya. 
Tapi memang pada kondisi tersebut syaitan mendapatkan sasaran empuk untuk menggoda pikiran manusia dari konsentrasi sholatnya. Bayangkan saja jika tiba-tiba ada tambahan makmum yang berdiri di samping kita dengan mengosongkan jarak sekitar untuk satu orang. Maka ketika itu akan muncul di sebagian pikiran kita persangkaan-persangkaan macam-macam, dari mulai sangkaan apakah ia sedang membenci kita, apakah badan kita terciun bau tidak enak sehingga ia enggan dekat dengan kita, atau bahkan saling bertahan tidak saling mengalah untuk saling mendekat, dan lain-lain, demikian juga pikiran makmum yang melihat dibelakangnya, maka berarti lalailah kita dari konsentrasi shalatnya.
Karena itu jangan kosongkan shaf sehingga terkesan anda menjauhi jamaah di sampingnya. Atau jika melihat orang lain mengosongkan shaf, maka janganlah pikiran kita terpengaruh dengan kondisi tersebut tapi tetaplah perhatikan apa yang sedang diucapkan kepadaNya, atau perhatikan ayat yang dibacakan imam. Wallohu’alam 

Wednesday 15 October 2014

UMAT ISLAM HARUS MEMILIH PEMIMPIN

            Di bawah dituliskan beberapa kriteria pokok seorang pemimpin bagi umat Islam. Para elit muslim hendaknya melihat sejarah pemilihan pemimpin pada pemilu beberapa periode  yang lalu. Kita ingat bagaimana paniknya umat Islam ketika Ibu Megawati menjadi kandidat kuat sebagai bakal presiden dulu. ( karena umat Islam tidak menghendaki perempuan menjadi pemimpinnya ) , yang akhirnya dengan strategi darurat jadilah Bpk Abd. Wahid (Gus Dur) sebagai presiden. Mohon maaf, itu pun rasanya bukanlah merupakan simbol kemenangan umat Islam, karena terbukti pemerintahannya hanya berlangsung setengah masa jabatan.
Kemudian  di masa pemilu berikutnya juga amat memprihatinkan bagi politik umat Islam dengan kemenangan partai Demokrat dan Bpk SBY nya. 
Kemudian kita ingat pula bagaimana resahnya elit muslim saat menjelang kemenangan pasangan Jokowi dan Ahok sebagai calon pemimpin DKI.
           Pendapat saya, semua itu terjadi karena partai yang telah memecah belah umat Islam dalam memperjuangkan tampilnya sosok pemimpin dari tokoh Islam
Kita tentunya berharap di masa yang akan datang akan terjadi perubahan kearah yang lebih baik. Akan tetapi sudah barang tentu untuk memperbaiki kondisi demikian diperlukan cara dan usaha yang tepat. Rasa-rasanya amat mudah kita bayangkan bahwa syarat utamanya untuk mencapai tujuan itu adalah mempersatukan tekad umat Islam untuk mewujudkan visi dan misi nya. Jadi terbentuknya satu kepemimpinan umat Islam akan menjadi jaminan untuk terwujudnya keinginan tersebut.
Seandainya kita tidak perdulikan bagaimana para tokoh partai sedang dimabuk tipu daya syaithon, dengan berlomba-lomba mengejar jabatan. jika mau rasanya ada jalan lain bagi umat islam untuk mengusahakan terbentuknya satu kepemimpinan umat Islam.
Kita punya wadah pemersatu umat Islam yaitu MUI, maka kita dapat menjadikan ketua MUI sebagai satu-satunya pemimpin umat Islam di Indonesia,  semua umat Islam harus patuh pada fatwanya, jangan benyak berpikir macam-macam, kecuali jika fatwanya menyimpang secara nyata dari Al Qur'an dan Hadits.
Umat harus selalu minta fatwanya dalam melaksanakan ibadah-ibadah masal. 
Jika hal ini terjadi insya Alloh perubahan kearah yang lebih baik dari beberapa hal akan dapat kita capai. Ke depannya umat Islam bisa saja mengusung ketua MUI menjadi calon presiden, amin.

 Kriteria pemimpin

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.( Al Maidah ayat 51).

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.  Qs An Nisaa : 58
( di antara manusia artinya termasuk kepada non muslim )

Nabi dan Rosul adalah pemimpin bagi umatnya, jadi kita bisa mengadopsi sifat-sifat mereka sebagai kriteria dalam memilih pemimpin. Minimal ada empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan). Wallohu 'alam

 Semoga ada manfaatnya, amin.

Wednesday 6 August 2014

PERBEDAAN PAHAM MEMBACA AL QUR'AN



            Pada hari minggu tgi 3-8-2014 kebetulan penulis sempat memperhatikan ceramah islam di salah satu siaran Televisi, di mana dalam kesempatan tersebut penceramah mengungkapkan bahwa telah beredar suatu pemahaman baru bahwa membaca Al Qur’an dengan tidak mengerti  apa yang dibacanya merupakan amalan yang percuma, atau tidak bermanfaat, kira-kira begitu. Dan beliau berkomentar bahwa itu tidak benar, dan menyebut-nyebut dengan nada humor seolah-olah paham tersebut di munculkan oleh nabi baru, sehingga menimbulkan kesan bahwa pemahaman tersebut sudah pasti sesatnya, sayang sekali, kenapa tidak menganjurkan agar umat membandingkan paham ini dasarnya apa, dan paham itu dasarnya apa, walaupun beliau berhak menjelaskan pahamnya sejelas-jelasnya. Bahkan ( mohon maaf ) se-jenius apapun ulama  ada baiknya ia mempelajari terlebih dahulu setiap paham baru yang muncul sebelum menolaknya dan memfatwakannya, tapi penulis kira penceramah tersebut sudah melakukannya, dan mungkin saja paham baru tersebut memang salah. Tapi agar perbedaan tersebut menjadi rahmat, penulis coba untuk turut mambahas kembali mengenai dasar keterangan yang beliau pakai sebagai bahan penolakan paham baru tersebut.
          Adapun keterangan yang beliau ungkapkan sebagai dasar penolakan terhadap paham yang dianggap baru tersebut adalah sebuah hadits berikut,
“ Barang siapa yang membaca satu huruf  dari kitab Alloh, maka ia telah mendapatkan satu kebaikan dengannya. Dan kebaikan itu dibalas dengan sepuluh yang semisalnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif - Laam- Miim itu satu huruf, tetapi aku mengatakan bahwa Alif itu satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf. “ ( Turmudzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih ).
Beliau berargumentasi bahwa  dengan keterangan tersebut berarti membaca Al Qur’an tetap mendapat pahala/ kebaikan walaupun tidak mengerti apa yang dibacanya karena tidak ada orang yang mengerti arti dari huruf Alif - Laam- Miim tersebut.
Sementara keterangan yang mengharuskan mengerti apa-apa yang dibaca dari Al Qur’an agar Al Qur’an menjadi kitab yang bermanfaat adalah sbb;
“ Demikianlah kami wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Umul Quro ( penduduk-penduduk mekah ) dan penduduk negeri- negeri sekelilingnya “.  (  Qs Asy Syuura: 7 )

“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).( QS Az Zuukhruf : 3 )

“ Sesungguhnya kami mudahkan Al Qur’an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran “   ( QS Ad Dukhaan : 58 )

Agar Al Qur’an menjadi peringatan atau menjadi pelajaran dan dipahami maka mutlak harus mengerti ketika membacanya.

Rosululloh Saw menyuruh kepada umatnya agar membaca Al Qur’an itu harus dapat dipahami isinya sebagaimana diungkapkan pada hadits-hadits brikut ini :

“ Bacalah Al Qur’an di dalam setiap bulan “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengataklan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam dua puluh malam “   Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam tujuh malam dan jangan lebih sedikit dari pada itu“. ( HR Bukhari & Muslim ).

Berikutnya hadits lain dengan sabdanya kepada Ibnu Amr:

“ Barang siapa yang membaca (  seluruh )  Al Qur’an lebih sedikit dari pada tiga malam maka ia belum memahaminya “(  HR Ahmad dengan sanad yang shahih ).
Dari keterangan-keterangan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa membaca Al Qur’an itu jangan terlalu cepat sehingga tidak memahami isinya. Bagi muslim Indonesia yang tidak mengerti bahasa Arab, walaupun membaca dengan tartil dan bahkan dibaguskan suaranya maka kondisinya akan tidak jauh berbeda, bahkan mungkin lebih parah dibandingkan  dengan kondisi  Ibnu Amr, yakni tidak mengerti sama sekali apa yang dibacanya, apakah Al Qur’an akan menjadi peringatan atau menjadi pelajaran jika demikian?.
Kita lihat sabda Rosululloh Saw kepada Ibnu Amr yang memiliki semangat dan waktu luang untuk membaca Al Qur’an dengan cepat-cepat tapi tidak memperlihatkan minat untuk memahami isinya;

“ Sesungguhnya setiap hamba itu mempunyai semangat yang kuat, dan setiap semangat yang kuat itu mempunyai waktu senggang, baik kepada sunnah maupun kepada bid’ah. Barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada sunnah maka sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada selain itu , maka sesungguhnya ia telah hancur. ( HR Ahmad dan Ibnu Hibban di dalam shahih Ibnu Hibban )

Penulis kira dalam menentukan sebuah hukum jangan hanya merujuk kepada tafsiran dari satu keterangan saja, sementara beberapa keterangan yang jelas malah diabaikan. Dengan memandang semua keterangan di atas, maka pemahaman penulis adalah sebagai berikut;
Hadits Turmudzi dan Ibnu Majah tersebut merupakan ilustrasi perhitungan imbalan Alloh Swt kepada orang yang membaca Al Qur’an dengan niat dan semangat mendapatkan petunjuk sebagaimana tercantum dalam Fatihatul Kitab “  Tunjukilah kami jalan yang lurus “.
            Jika dikatakan bahwa tidak ada orang yang tahu artinya dari susunan huruf Alif - Laam- Miim nampaknya ini perlu pengkajian lebih jauh. Menurut pemikiran penulis jika Alloh Swt tidak menerangkan arti dari susunan huruf tersebut apakah dalam Al Qur’an atau oleh Rosululloh Saw, maka berarti susunan huruf tersebut memang tidak ada artinya, maka janganlah kemudian mereka-reka susunan huruf Alif - Laam - Miim tersebut menjadi sebuah arti tertentu. Jadi tidak bisa dikatakan tidak tahu artinya jika memang itu tidak ada artinya.
            Sementara ini ( sebelum penulis menemukan keterangan dari Al Qur’an atau dari hadits ) penulis berpendapat dan berimajinasi bahwa susunan huruf Alif - Laam - Miim tersebut dan yang lainnya yang sejenis adalah sebagai hiasan kata untuk memperindah sastra Al Qur’an yang luar biasa, wallohu  ‘alam. Jadi, membaca Al Qur'an dan terjemahnya itu harus, jika tidak mengerti bahasa Al Qur,an secara langsung. Semoga bahasan ini bukan bahasan yang menyesatkan, aamiin.

Monday 28 April 2014

SHALAT WUSTHA


 Peliharalah semua shalat(mu), dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. (QS. Al Baqarah : 238)
            
        Dalam sebuah kajian dijelaskan bahwa arti kata "wustha" dalam ayat tersebut diartikan atau dimaknai dengan maksud yang berbeda oleh para sahabat Nabi, diantaranya;
Zaid bin Tsabit mengatakan bahwa yang dimaksud sholat wustho adalah sholat dzuhur. Bagi Zaid, sholat dzhuhur memiliki keutamaan dibandingkan sholat-sholat lainnya karena sholat dzuhur adalah sholat yang pertama kali difardhukan bagi umat Islam.
 Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa yang disebut sholat wustho adalah sholat Ashar. Pandangan Ali ini didasari hadis rasul yang mengatakan bahwa sholat yang paling besar peluangnya untuk ditinggalkan adalah sholat wustho, dan sholat wustho itu adalah sholat ashar, hingga diperlukan penegasan secara khusus mengenai pentingnya sholat ashar. 
Sebagian sahabat menyebutkan sholat wustho adalah sholat maghrib dengan alasan sholat maghrib adalah satu-satunya sholat yang bilangan raka’atnya ganjil. Hal ini menunjukan keutamaan dan keunikan shalat maghrib dibandingkan sholat lainnya. Ada pula sahabat yang mengatakan bahwa sholat wustho itu adalah sholat isya dengan argumentasi bahwa sholat isya adalah sholat yang berada di tengah-tengah (wustho) antara waktu sholat maghrib (menjelang malam) dan sholat subuh (menjelang pagi). Ibnu Abbas mengatakan bahwa sholat wustho adalah sholat subuh. Bagi Ibnu Abbas, sholat subuh adalah sholat yang dilakukan di pertengahan malam dan siang. Terakhir, ada pula yang berpandangan bahwa sholat wustho adalah sholat Jum’at.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan melalui Ali radliyallahu’anhu bahwa ketika perang Ahzab, dikatakan oleh beliau,” Kami dibuat lalai (oleh musuh) dari shalat wustha, yaitu shalat ‘ashar. Semoga Allah memenuhi rumah – rumah dan kuburan mereka dengan api neraka.” (HR. Muslim, I/205, 437 dan 627)

Akan tetapi Hadits lain yang dianggap sebagai sebab turunnya ayat Al Qur'an tersebut mengisyaratkan bahwa shalat wustho adalah shalat dzuhur,

Ahmad dan Bukhari mengetengahkan dalam kitab Tarikh, juga oleh Abu Daud, Baihaqi dan Ibnu Jarir dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. melakukan salat dzuhur di tengah hari yang panas sekali. Salat itu merupakan yang terberat bagi para sahabatnya, hingga turunlah ayat, "Peliharalah semua salat dan peliharalah salat wusthaa ( yang pertengahan!) " (Q.S. Al-Baqarah 238) 
Ahmad, Nasai dan Ibnu Jarir mengetengahkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. sedang melakukan salat dzuhur di tengah hari yang sangat terik. Tetapi jemaahnya di belakang hanya satu atau dua saf saja, sementara orang-orang berada di naungan dan perniagaan mereka, maka Allah pun menurunkan, 
"Dan peliharalah semua salat dan peliharalah salat wusthaa ( yang pertengahan! )" (Q.S. Al-Baqarah 238) 
Imam yang berenam dan lain-lain mengetengahkan dari Zaid bin Arqam, katanya, "Di masa Rasulullah saw. kami berbicara di waktu salat, sedang seorang laki-laki berkata-kata dengan teman yang berada di sampingnya hingga turun ayat, 'Dan berdirilah karena Allah dengan khusyuk...' (Q.S. Al-Baqarah 238) Dengan demikian kami disuruh supaya diam dan dilarang berbicara." 
Ibnu Jarir dan Mujahid mengetengahkan, katanya, "Mereka biasa bicara di waktu salat, bahkan seorang laki-laki berani menyuruh temannya untuk sesuatu keperluan. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan berdirilah karena Allah dengan khusyuk.'" (Q.S. Al-Baqarah 238)

Dalam rangka menambah wawasan pemikiran saya coba untuk turut menafsirkan ayat tersebut barangkali ada benarnya dan ada manfaatnya bagi umat. 
Saya kira untuk menafsirkan kata  " Wustha " jangan jauh-jauh dari arti kata Wustha itu sendiri yaitu " yang pertengahan" jadi shalat apa itu shalat pertengahan?
Shalatnya umat Islam itu ada shalat sunnat dan ada shalat wajib, bagaimana jika saya tafsirkan bahwa shalat wustha itu adalah semua shalat wajib?, dengan alasan bahwa penempatan waktu semua shalat wajib  terletak di tengah-tengah waktu-waktu kehidupan dalam siklus sehari semalam.
Di antara  siang dan malam ada dua pertengahan waktu shalat yaitu shubuh dan maghrib, ditengah-tengah siang ada shalat dzuhur, di tengah-tengah antara dzuhur dan maghrib ada shalat ashar, di tengah-tengah malam ada shalat isya, ditengah-tengah antara isya dan shubuh dianjurkan shalat malam dan witir ( lihat gambar ). 
Bisa jadi dengan ayat tersebut Alloh SWT hendak menegaskan waktu yang diharapkan sebenarnya shalat isya ( wallohu 'alam ) karena shalat isya yang biasa umat lakukan hanyalah hasil keringanan dari Rosululloh Saw, demikian juga disunatkannya shalat malam, lihat hadits di bawah 




Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Seandainya aku tidak memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan / menunda shalat Isya` hingga 1/3 malam atau setengahnya. .

  Hadist Aisyah ra :

"Dari Aisyah ra ia bercerita, "Pada suatu malam, Nabi saw tidak tidur sampai seluruh malam berlalu dan sampai jama'ah masjid tertidur, kemudian beliau keluar dan mengerjakan shalat seraya bersabda, "Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya', seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku." (HR. Muslim).

Bagi umat pada umumnya memang melaksanakan shalat isya tengah malam dan shalat malam, amatlah berat, apalagi siangnya harus bekerja serius. Akan tetapi bagi yang bertugas dimalam hari maka kedua waktu shalat itu akan efektif mencegah keji dan munkar .
Wallohu 'alam

Selamat mengkaji, semoga bermanfaat,