Translate

Saturday 17 October 2015

BERBAI'AT KEPADA SATU PEMIMPIN



Dengan dasar hadits-hadits berikut, nampaknya umat Islam Indonesia harus metmiliki kesadaran yang kuat bahwa kita harus membentuk satu kepemimpinan umat Islam.
 
“ Barangsiapa yang mati dan dilehernya tidak ada bai’at maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.”         ( HR. Muslim, Ath Thabarani dalam Al Kabir, dari Muawiyah, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra )

"Barangsiapa berjanji setia kpd seorang imam dan menyerahkan tangan dan yg disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka putuslah ikatan yg lain tersebut" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Dawud dari Abdillah bin Amr bin Ash]

Dan banyak lagi hadits-hadits yg lainnya.

Ada beberapa kelompok umat yang berdalih mengamalkan hadits-hadits tersebut kemudian membentuk suatu kelompok dan membentuk sebuah kepemimpinan dengan tidak memperdulikan umat atau kelompok lainnya. Maka yang terjadi adalah membuat sebuah kelompok Islam walaupun sudah ada sebelumnya kelompok Islam yang lain. Maka yang terjadi adalah mengamalkan hadits tersebut di atas, tapi menentang Qs Ar Room: 31, 32 yang mengkatagorikan sebagai orang musrik kepada orang yang mengkelompok- kelompokkan umat. 

QS Ar Ruum : 31 & 32 

dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.  
   
 " Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yg terakhir dari keduanya" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Sa'id]
 
Hadits tersebutpun mengisyaratkan dilarangnya perpecahan umat, namun tidak juga berarti bahwa seorang imam yang diangkat oleh kelompok kecil, karena yang pertama lantas harus dinobatkan sebagai khalifah untuk umat yang lebih besar.
Al-Imam Al-Qurthubi berkata:"Adapun menegakkan dua atau tiga imam dalam satu masa dan dalam satu negeri, maka tdk diperbolehkan menurut ijma"

Maka yang seharusnya dilakukan adalah memilih dan mengangkat seorang pemimpin umat Islam yang disetujui oleh seluruh umat, walaupun tekniknya dipilih oleh perwakilan.
Sebagai orang biasa,  hanya cara inilah yang bisa dilakukan penulis dalam mengamalkan keterangan-keterangan tersebut. Akan tetapi ada orang-orang tertentu yang sangat bertanggung jawab untuk mewujudkan tuntunan Nabi Saw. dan tuntutan Alloh SWT tersebut di atas. Mereka adalah  orang-orang yang dianggap pemimpin oleh setiap kelompok umat Islam.
Umat Islam Indonesia telah abai terhadap hal tersebut secara berlarut-larut hingga kini, Maka, apakah  keadaan umat dan negara yang payah ini balasan dari Alloh Swt ?
Wallohu'alam
Semoga bermanfaat

Tuesday 25 August 2015

Kapan KPK dibubarkan ?



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri menyoroti keberadaan lembaga adhoc di Tanah Air, khususnya keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sebenarnya dapat dibubarkan karena sifatnya sementara.
"Dan seharusnya kita harus memberhentikan yang namanya korupsi sehingga komisi yang sebetulnya sifatnya ad hoc ini harus sementara saja dapat dibubarkan," kata Megawati di Jakarta, Selasa (18/8).

Dia mengatakan dbentuknya KPK memiliki alasan yang kuat saat dibentuk yaitu untuk memberantas korupsi. Menurut dia, keberadaan institusi itu tidak diperlukan apabila korupsi sudah ditangani dengan baik. "Kalau sekarang putar-putar terus maka sampai kapan (keberadaan) KPK, padahal pembentukannya memiliki alasan," ujarnya.

Mega menyadari pernyataannya itu akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, dan bahkan dirinya bisa di-bully (dipersoalkan) karena dinilai sebagai sebuah atraksi. Menurut dia, alasan dirinya sangat logis karena apabila tidak ada korupsi maka tentu saja KPK tidak ada lagi.
"Kalau seperti ini, saya di media sosial akan di-bully sebagai sebuah atraksi. Kalau tidak korupsi ya tentu saja KPK dong yang tidak ada lagi dan itu pemikiran yang logis," katanya.

Mungkin ya, logis, bagi orang-orang yang gerah dengan keberadaan KPK, tapi coba kita perluas wawasannya. Jika  korupsi di Indonesia ini hilang karena hasil kerja dan strategi pengwasan atau control KPK, lalu jika KPK dibubarkan, apakah korupsi tidak akan tumbuh lagi ? sementara itu, mungkin lebih dari 50% bangsa Indonesia memiliki mental korup, tidak jujur. Banyak rakyat curang kepada pemerintah, oknum pemerintah curang kepda rakyat, tukang service menipu pelanggan, yang disuruh belanja minta bon mark up dll 
Sebagai rakyat saya berharap KPK ditetapkan sebagai lembaga khusus anti korupsi secara permanen, sehingga jelas tanggung jawabnya. KPK dapat diberhentikan jika sudah yakin bahwa bangsa indonesia bisa memilih para pejabat yang amanah.
Wallohu'alam.

Saturday 20 June 2015

TAQLID vs IJTIHAD



          Perbedaan pendapat dalam memahami ajaran Islam telah terjadi sejak jaman para sahabat nabi Muhammad Saw., mungkin karena informasi yang diterima mereka dari nabi Muhammad Saw. berbeda-beda redaksinya walaupun untuk topik yang sama. Kemungkinan lainnya bisa jadi karena daya nalar dari setiap sahabat yang berbeda-beda. Sementara itu ada kecenderungan bahwa Nabi Saw. Selalu menyampaikan risalah dengan kalimat-kalimat yang tidak mudah dicerna, atau perlu pemikiran untuk mengetahui-maknanya. Mungkin maksudnya agar umatnya terbiasa berpikir mengenai ajarannya sehingga menjadi keadilan sepanjang masa bahwa semua umat ada kesempatan berijtihad jika mau mendapatkan petunjuk yang benar. dan itu terbukti, Maka pantaslah jika perbedaan pendapat masih terjadi saat ini.
          Di antara kita, umat Islam Indonesia, perbedaan pendapat masih tetap ada. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya Taqlid. Hingga kini pendapat dalam hal pemahaman Islam hampir-hampir berakhir dan terpusat pada 4 imam, sehingga dari perbedaan pendapat para imam tersebut banyak ulama hanya menganjurkan untuk memilih salah satu pendapat di antaranya. Faktor lainnya karena memang ada pertentangan yang belum terpecahkan masalahnya, tapi pembahasan atau ijtihad seolah telah berhenti.
         Ijtihad dan  taqlid kiranya merupakan dua kata yang menentukan berubah tidaknya keberadaan keilmuan dan amal ibadah umat islam. Sementara itu kedua sikap tersebut akan mendapatkan balasan yang sangat berbeda di sisi Alloh Swt .
           Beramal dengan ilmu hasil Ijtihad yang benar akan mendapat pahala 2, sedangkan Beramal dengan ilmu hasil Ijtihad yang salah akan mendapat pahala 1, maka orang berijtihad itu sangat aman dari ancaman dosa. Sementara beramal dengan ilmu hasil taqlid jika ilmu yang diikutinya benar akan mendapatkan pahala 1 sedangkan jika ilmu yang diikutinya salah maka dosanya adalah setiap ibadah yang dilakukannya yang salah dan kebodohannya yang asal mengikuti ilmu tanpa dipikir terlebih dahulu, artinya dosanya 2.

Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari 13/268 dan Muslim no. 1716)

          Ijtihad dapat dilakukan di berbagai tingkatan pengetahuan. Ijtihad tingkat akhir yang paling mudah adalah ketika kita harus memilih satu dari dua atau lebih ilmu atau keterangan yang berbeda. Jika tidak melakukan ijtihad pada kondisi demikian maka kita terancam resiko kesesatan yang diancam 2 dosa. Contoh dari orang-orang yang berlipat-lipat dosanya itu adalah mereka pengikut aliran sesat. Akan tetapi tidak mustahil sebagian dari ilmu kita pun sesat, namun jangan khawatir jika itu hasil ijtihad. Wallohu ‘alam.

             Ini adalah sebagian ucapan Imam Asy Syafi’i :

           “ Tidak ada seorang pun, kecuali dia harus bermadzhab dengan Sunah Rosululloh Saw.dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rosululloh Saw. yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rosululloh Saw. inilah ucapan ku. “

           “ Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rosululloh Saw. maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang.”

Thursday 21 May 2015

MENGAMALKAN AYAT-AYAT AL QUR'AN



Umat Islam tentunya sudah sangat mengenal surat – surat pendek Al Qur’an berikut:

Al Falaq
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki".  

An Naas
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
Raja manusia.
Sembahan manusia.
dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
dari (golongan) jin dan manusia.

Al Ikhlas
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".  

     Setelah penulis mencoba berdiskusi dengan beberapa orang mengenai surat-surat tersebut, yang mana menurut pendapat penulis, karena Alloh Swt. telah menyuruh dengan kata “Katakanlah  pada awal kalimat setiap surat tersebut. Maka berarti  umat Islam menjadi wajib hukumnya mengucapkan sebait kalimat do’a – do’a tersebut dimulai dari kata "A'udzu...." ( "Aku berlindung ...."  ) secara lengkap ( tanpa membaca " Qul " ) yang ditujukan kepada Alloh, minimal satu kali seumur hidup baik dalam  sholat    ( secara sir ) ataupun diluar sholat ( dalam do’a ), sunahnya sering-seringlah didalam sholat. Akan tetapi hampir semua orang tidak sependapat, mereka tidak merasa diperintah oleh Alloh samasekali, padahal penulis merasakan hal tersebut sejak awal belajar sholat sendiri tanpa guru ngaji, tapi dari buku yang ada terjemahnya ( waktu itu kira-kira kelas 5 SD ) sehingga semenjak itu penulis bertanya-tanya kenapa kita yang diperintah, akan tetapi ketika sholat kita membacanya secara utuh kepada Alloh Swt ?
      Bahkan seorang teman malah balik bertanya “ ada haditsnya tidak bahwa Rosululloh Saw. melakukan demikian ? “ yang lainnya ada yang komentar harus bertanya kepada yang lebih ahli, dll. Jika berbicara mengenai hadits, harus kita pahami bahwa Rosululloh Saw. akan membacakan do’a-do’a tersebut dengan bisik-bisik kepada Alloh, maka tidak akan ada orang yang tahu, maka tentu tidak akan ada hadits. Lagi pula apakah kalimat tersebut begitu rumitnya untuk dipahami demikian?
       Walaupun demikian saya ungkapkan pula hadits berikut;

Beliau bersabda kepada ‘Uqbah bin Amir ra, “ Baca di dalam shalatmu dua surat yang memakai A’udzu. Tidak ada orang yang membaca A’udzu selain dua surat itu ( Al Falaq dan An Naas ). HR Abu Daud dan Ahmad dengan sanad yang shahih.

Selain dari pada itu Rosululloh Saw. juga mengajarkan do’a Iftitah “  Inna sholaati wanusukii……..” yang merupakan pengamalan dari ayat perintah “ Qul inna sholaati wanusukii..Qs Al An ‘aam : 162

Tapi tetap teman - teman masih tidak percaya, Hmmm…..hmm..…hmm…..apa penulis yang keliru…?
Mudah-mudahan tidak, keliru juga pahala satu, amin

Wallohu ‘alam

Saturday 7 March 2015

Apa maksud dan tujuannya “ Tidak sah sholat orang yang tidak membaca Al Fatihah” ? Dan kenapa ikut sujud bersama imam dapat 1 rakaat?



          Yang mengetahui alasannya secara pasti hanyalah Rosululloh Saw. dan Alloh Swt.  tapi mari kita coba amati, kita kaji dan kita pelajari sebatas kemampuan kita, semoga Alloh Swt menunjukinya kepada jalan yang lurus, barangkali akan mengandung hikmah dan kebenaran buat kita sekalian.
          Untuk membantu mengetahui alasan Rosululloh Saw. mewajibkan membaca Al Fatihah dalam setiap sholat akan dapat dipahami dengan menyimak postingan tahun-tahun yang lalu berjudul Makna Nama-nama Al Fatihah. Intinya, dengan diwajibkannya umat membaca Al Fatihah dalam setiap sholat, itu adalah merupakan strategi agar tidak sampai terjadi umat tidak memohon petunjuk kepada Alloh Swt. dengan membaca Al Fatihah sebelum membaca dan mendengarkan Al Qur’an. Jadi wajib baca Al Fatihah itu utamanya adalah sebagai persiapan untuk membaca dan mendengarkan surat-surat Al Qur’an ( dari Al Baqoroh sampai An Naas ) yang dianjurkan untuk membacanya bagi orang yang memiliki hafalannya. Karena itu jika kesempatan membaca dan mendengarkan Al Qur’an terlewat, maka kewajiban baca Al Fatihah itupun gugur ( diampuni ). Akan tetapi pada kesempatannya dalam setiap sholat tetap wajib membaca Al Fatihah apakah akan membaca Al Qur’an ataupun tidak. Wallohu ’alam.
         Sementara itu, kenapa dari ruku’ bersama imam hingga sujud kedua dalam suatu rakaat sudah dianggap cukup sebagai 1 rakaat sholat?

Kita lihat kembali hadits berikut:

“ Alloh yang bertambah-tambah berkahNya dan ketinggianNya berfirman, “ Shalat itu dibagi antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, satu bagian untuk Ku dan satu bagian untuk hambaKu. Yang untuk hambaKu adalah sesuai dengan apa yang diminta. “ Berkata hamba, “  Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin”. Alloh berfirman ( manjawab ), “ Telah memuji Aku hambaKu “, hamba berkata, “ Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang “, Alloh berfirman, “ Hambaku telah memujaKu “. Hamba berkata,” Yang menguasai hari pembalasan “, Alloh brfirman, “ HambaKu telah memuliakan Aku “. Hamba berkata,” Hanya kepadaMulah kami beribadah dan hanya kepadaMulah  kami mohon pertolongan “, Alloh berfirman, “ Ini adalah antara Aku dan hambaKu, dan bagi hambaku apa yang dimohonkannya “. Hamba berkata, “ Tunjukilah kami ke jalan yang lurus ( yaitu ) jalannya orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan ( pula jalan ) mereka yang sesat “, Alloh berfirman,” Semua itu adalah bagi hambaKu, dan bagi hambaKu adalah apa yang dimohonnya “. ( Muslim dan Abu ‘Uwanah, dan Malik ).
           Bahwa intinya dari sholat manusia kepada Alloh Swt. itu adalah apa yang terkandung di dalam hadits tersebut yaitu memuja, memuji, dan memuliakan Alloh, serta permohonan hamba kepada Alloh Swt. sedangkan membaca Al Qur’an bukan memuja, memuji, mengagungkan dan memuliakan Alloh Swt. dan bukan pula permintaan atau permohonan manusia kepada Alloh Swt. jadi ketika umat dalam sholat membaca Al Qur’an, maka umat tersebut bukan sedang memperdengarkannya kepada Alloh Swt. melainkan kepada manusia termasuk kepada diri sendiri atau kepada mahluk lain, jika imam maka ia memperdengarkan Al Qur’an kepada makmum ( ingat hadits “ … sesungguhnya bacaan imam adalah bacaan bagi makmum…), artinya bacaan Al Qur’an ( Al Baqoroh – An Naas ) imam ditujukan kepada Makmum. 
          Maka dari itu kiranya sudah dianggap mencukupi bagi Alloh sholatnya seseorang yang masbuk dengan membaca Bismillah…, Allohu akbar, terus bacaan ruku’, bacaan I’tidal, bacaan sujud, baca Robbigh firlii warhamnii…, bacaan sujud lagi, apalagi jika dalam raka’at tersebut membaca tasyahud. Tapi tidak demikian halnya bagi makmum yang pada situasi dan kondisi normal, baca Al Fatihah tetap wajib.
 Wallohu a‘lam.