Translate

Wednesday 6 August 2014

PERBEDAAN PAHAM MEMBACA AL QUR'AN



            Pada hari minggu tgi 3-8-2014 kebetulan penulis sempat memperhatikan ceramah islam di salah satu siaran Televisi, di mana dalam kesempatan tersebut penceramah mengungkapkan bahwa telah beredar suatu pemahaman baru bahwa membaca Al Qur’an dengan tidak mengerti  apa yang dibacanya merupakan amalan yang percuma, atau tidak bermanfaat, kira-kira begitu. Dan beliau berkomentar bahwa itu tidak benar, dan menyebut-nyebut dengan nada humor seolah-olah paham tersebut di munculkan oleh nabi baru, sehingga menimbulkan kesan bahwa pemahaman tersebut sudah pasti sesatnya, sayang sekali, kenapa tidak menganjurkan agar umat membandingkan paham ini dasarnya apa, dan paham itu dasarnya apa, walaupun beliau berhak menjelaskan pahamnya sejelas-jelasnya. Bahkan ( mohon maaf ) se-jenius apapun ulama  ada baiknya ia mempelajari terlebih dahulu setiap paham baru yang muncul sebelum menolaknya dan memfatwakannya, tapi penulis kira penceramah tersebut sudah melakukannya, dan mungkin saja paham baru tersebut memang salah. Tapi agar perbedaan tersebut menjadi rahmat, penulis coba untuk turut mambahas kembali mengenai dasar keterangan yang beliau pakai sebagai bahan penolakan paham baru tersebut.
          Adapun keterangan yang beliau ungkapkan sebagai dasar penolakan terhadap paham yang dianggap baru tersebut adalah sebuah hadits berikut,
“ Barang siapa yang membaca satu huruf  dari kitab Alloh, maka ia telah mendapatkan satu kebaikan dengannya. Dan kebaikan itu dibalas dengan sepuluh yang semisalnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif - Laam- Miim itu satu huruf, tetapi aku mengatakan bahwa Alif itu satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf. “ ( Turmudzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih ).
Beliau berargumentasi bahwa  dengan keterangan tersebut berarti membaca Al Qur’an tetap mendapat pahala/ kebaikan walaupun tidak mengerti apa yang dibacanya karena tidak ada orang yang mengerti arti dari huruf Alif - Laam- Miim tersebut.
Sementara keterangan yang mengharuskan mengerti apa-apa yang dibaca dari Al Qur’an agar Al Qur’an menjadi kitab yang bermanfaat adalah sbb;
“ Demikianlah kami wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Umul Quro ( penduduk-penduduk mekah ) dan penduduk negeri- negeri sekelilingnya “.  (  Qs Asy Syuura: 7 )

“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).( QS Az Zuukhruf : 3 )

“ Sesungguhnya kami mudahkan Al Qur’an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran “   ( QS Ad Dukhaan : 58 )

Agar Al Qur’an menjadi peringatan atau menjadi pelajaran dan dipahami maka mutlak harus mengerti ketika membacanya.

Rosululloh Saw menyuruh kepada umatnya agar membaca Al Qur’an itu harus dapat dipahami isinya sebagaimana diungkapkan pada hadits-hadits brikut ini :

“ Bacalah Al Qur’an di dalam setiap bulan “ Ibnu Amr berkata “ Aku mengataklan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam dua puluh malam “   Ibnu Amr berkata “ Aku mengatakan bahwa aku mempunyai kekuatan “ Beliau bersabda. “ Bacalah ia ( Al Qur’an ) di dalam tujuh malam dan jangan lebih sedikit dari pada itu“. ( HR Bukhari & Muslim ).

Berikutnya hadits lain dengan sabdanya kepada Ibnu Amr:

“ Barang siapa yang membaca (  seluruh )  Al Qur’an lebih sedikit dari pada tiga malam maka ia belum memahaminya “(  HR Ahmad dengan sanad yang shahih ).
Dari keterangan-keterangan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa membaca Al Qur’an itu jangan terlalu cepat sehingga tidak memahami isinya. Bagi muslim Indonesia yang tidak mengerti bahasa Arab, walaupun membaca dengan tartil dan bahkan dibaguskan suaranya maka kondisinya akan tidak jauh berbeda, bahkan mungkin lebih parah dibandingkan  dengan kondisi  Ibnu Amr, yakni tidak mengerti sama sekali apa yang dibacanya, apakah Al Qur’an akan menjadi peringatan atau menjadi pelajaran jika demikian?.
Kita lihat sabda Rosululloh Saw kepada Ibnu Amr yang memiliki semangat dan waktu luang untuk membaca Al Qur’an dengan cepat-cepat tapi tidak memperlihatkan minat untuk memahami isinya;

“ Sesungguhnya setiap hamba itu mempunyai semangat yang kuat, dan setiap semangat yang kuat itu mempunyai waktu senggang, baik kepada sunnah maupun kepada bid’ah. Barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada sunnah maka sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang senggangnya itu ( menuju ) kepada selain itu , maka sesungguhnya ia telah hancur. ( HR Ahmad dan Ibnu Hibban di dalam shahih Ibnu Hibban )

Penulis kira dalam menentukan sebuah hukum jangan hanya merujuk kepada tafsiran dari satu keterangan saja, sementara beberapa keterangan yang jelas malah diabaikan. Dengan memandang semua keterangan di atas, maka pemahaman penulis adalah sebagai berikut;
Hadits Turmudzi dan Ibnu Majah tersebut merupakan ilustrasi perhitungan imbalan Alloh Swt kepada orang yang membaca Al Qur’an dengan niat dan semangat mendapatkan petunjuk sebagaimana tercantum dalam Fatihatul Kitab “  Tunjukilah kami jalan yang lurus “.
            Jika dikatakan bahwa tidak ada orang yang tahu artinya dari susunan huruf Alif - Laam- Miim nampaknya ini perlu pengkajian lebih jauh. Menurut pemikiran penulis jika Alloh Swt tidak menerangkan arti dari susunan huruf tersebut apakah dalam Al Qur’an atau oleh Rosululloh Saw, maka berarti susunan huruf tersebut memang tidak ada artinya, maka janganlah kemudian mereka-reka susunan huruf Alif - Laam - Miim tersebut menjadi sebuah arti tertentu. Jadi tidak bisa dikatakan tidak tahu artinya jika memang itu tidak ada artinya.
            Sementara ini ( sebelum penulis menemukan keterangan dari Al Qur’an atau dari hadits ) penulis berpendapat dan berimajinasi bahwa susunan huruf Alif - Laam - Miim tersebut dan yang lainnya yang sejenis adalah sebagai hiasan kata untuk memperindah sastra Al Qur’an yang luar biasa, wallohu  ‘alam. Jadi, membaca Al Qur'an dan terjemahnya itu harus, jika tidak mengerti bahasa Al Qur,an secara langsung. Semoga bahasan ini bukan bahasan yang menyesatkan, aamiin.