Translate

Saturday 21 January 2017

FATWA MUI, hukum positif atau hukum negatif ?




Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya bersifat mengikat individu, bukan untuk dipaksakan kepada orang lain. Penerapan fatwa ini tidak boleh dipaksakan, apalagi sampai melakukan penegakan dengan melibatkan aparat, ormas, dan LSM.
"Fatwa MUI belum menjadi hukum positif, sehingga tidak bisa dipaksakan. Apakah fatwa bagus? Ya bagus sekali. Apakah penting? Penting sebagai bimbingan, akan tetapi penting maupun bagus tidak bisa menegakkan alat negara karena alat negara untuk menegakkan hukum itu hanya dengan hukum positif," ujar Mahfud.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang hukum menggunakan atribut non-muslim bagi umat Islam. Menanggapi hal tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan dirinya akan berkoordinasi dengan MUI agar saat mengeluarkan fatwa juga mempertimbangkan banyak hal.
"Saya akan koordinasi dengan MUI supaya dalam mengeluarkan fatwa tolong dipertimbangkan masalah toleransi, kebhinnekaan Indonesia itu," ujar Tito usai mengisi acara di Universitas Negeri Jakarta, Senin (19/12/2016).
Dia pun mengimbau kepada ormas-ormas agar memahami bahwa fatwa MUI bukanlah hukum positif di Indonesia. Untuk itu, dirinya pun meminta agar MUI jika ingin melakukan sosialisasi secara baik-baik.

Saya menilai bahwa pernyataan-pernyataan tersebut terasa melemahkan Fatwa-fatwa MUI, kurang  jelas, apakah ini faktor sengaja atau tidak sengaja, punya maksud dan tujuan tertentu atau tidak, mari kita cermati bersama.
Pandangan saya begini.
Mayoritas bangsa ini adalah muslim.
MUI adalah rujukan paham umat Islam.
Melaksanakan ajaran setiap agama adalah Hak Azasi yang diatur dengan Undang-undang.
Manakala MUI memfatwakan “ Haram bagi umat Islam menggunakan atribut Natal.” misalnya. Maka mengamalkan fatwa tersebut menjadi Hah Azasi bagi setiap individu umat Islam. Sehingga individu lain, muslim atau non muslim harus menghormatinya, dan tentunya tidak boleh menyuruh seorang muslim untuk melanggar fatwa tersebut. Dengan demikian selayaknya fatwa tersebut diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia karena seluruh bangsa Indonesia tidak boleh melanggar Hak Azasi Manusia.

a. Pasal 28J UUD 45.

1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Instrumen ini ditetapkan pada  tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan MPR tersebut disebutkan antara lain :

1) Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.

2) Menugaskan kepada Presiden dan DPR untuk meratifikasi (mengesahkan) berbagai instrumen hak asasi manusia internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan DUD 1945

3) Membina kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara untuk menghormati, menegakkan hak dan menyebarluaskan hak asasi manusia melalui gerakan kemasyarakatan.

4) Melaksanakan penyuluhan, pengkajian, pemantauan dan penelitian serta menyediakan media tentang hak asasi manusia yang ditetapkan dengan undang-undang. dst

Maka, bukankah berarti bahwa fatwa MUI tersebut merupakan hukum positif yang mengikat kepada seluruh bangsa Indonesia jika demikian?

Jika ada orang atau lembaga yang menegakkan atau mengawal fatwa MUI dengan sweeping ke super market misalnya, apakah itu dilarang ?.

Kiranya jika sweeping itu hanya menganjurkan kepada pemilik toko yang non muslim, dengan cara-cara yang santun, agar tidak menyuruh karyawannya yang muslim untuk memakai atribut natal, itu adalah termasuk amar ma’ruf nahi munkar. Maka, umat Islam yang manakah yang melarang umat Islam lain untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar?.

Wallohu'alam
Semoga bermanfaat.